Sifat Wajib 20

Sifat-Sifat Wajib 20 Allah | Apa Itu Sifat 20 | Mengenal Sifat-sifat Wajib Allah

1- Sifat Wajib: Wujud Artinya: Ada

Yaitu tetap dan benar yang wajib bagi zat Allah Ta’ala yang tiada disebabkan dengan sesuatu sebab. Maka wujud ( Ada ) – disisi Imam Fakhru Razi dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi bukanlah a’in (kenyataan) maujud dan bukan lain daripada a’in maujud , maka atas qaul ini adalah wujud itu Haliyyah ( yang menepati antara ada dengan tiada) .

Tetapi pada pendapat Imam Abu Hassan Al-Ashaari wujud itu ‘ainu Al-maujud , karena wujud itu dzat maujud karena tidak disebutkan wujud melainkan kepada dzat. Kepercayaan bahwa wujudnya Allah SWT. bukan saja di sisi agama Islam tetapi semua kepercayaan di dalam dunia ini mengaku menyatakan Tuhan itu ada. Firman Allah SWT. yang bermaksud :

” Dan jika kamu tanya orang-orang kafir itu siapa yang menjadikan langit dan bumi nescaya berkata mereka itu Allah yang menjadikan……………” ( Surah Luqman : Ayat 25 )

Sifat Mustahil: ‘Adam Aritnya : Tidak Ada dan ini ketentuan bagi mahluq Allah Taala itu ada. Mustahil Allah itu tiada.

2- Sifat Wajib: Qidam Artinya: Sedia/terdahulu/tidak ada permulaanya

Pada hakikatnya menafikan ada permulaan wujud Allah SWT karena Allah SWT. menjadikan tiap-tiap suatu yang ada, yang demikian tidak dapat tidak keadaannya lebih dahulu daripada tiap-tiap sesuatu itu. Jika sekiranya Allah Ta’ala tidak lebih dahulu daripada tiap-tiap sesuatu, maka hukumnya adalah mustahil dan batil. Maka apabila disebut Allah SWT. bersifat Qidam maka jadilah ia qadim.

Di dalam Ilmu Tauhid ada satu perkataan yang sama maknanya dengan Qadim Yaitu Azali. Setengah ulama menyatakan bahwa kedua-dua perkataan ini sama maknanya Yaitu sesuatu yang tiada permulaan baginya. Maka qadim itu khos (husus) dan azali itu ‘am (umum).

Dan bagi tiap-tiap qadim itu azali tetapi tidak boleh sebaliknya, Yaitu tiap-tiap azali tidak boleh disebut qadim. Adalah qadim dengan nisbah kepada nama terbahagi kepada empat bagian : ·
  • Qadim Sifati ( Tiada permulaan sifat Allah Ta’ala ) · 
  • Qadim dzati ( Tiada permulaan dzat Allah Ta’ala ) ·
  • Qadim Idhofi ( Terdahulu sesuatu atas sesuatu seperti terdahulu bapak di umpamakan kepada anak ) 
  • Qadim Zamani ( dahulu masanya atas sesuatu sekurang-kurangnya 1000 tahun ) 

Maka Qadim Haqiqi ( Qadim Sifati dan Qadim dzati ) tidak harus dikatakan lain daripada Allah Ta’ala. Sifat Mustahil: Huduts Artinya: Baru ( sesuatu yang ada permulaan dan ada akhir ) Allah Taala itu sedia/terdahulu, tidak ada permulaanya. Mustahil Allah itu didahului oleh ‘Adam (ada permulaanya).

3- Sifat Wajib: Baqa’ Artinya: Kekal (tetap)

ALLOH Senantiasa ada, kekal ada dan tiada akhirnya Allah SWT . Pada hakikatnya ialah menafikan adanya batasan akhir bagi wujud Allah Ta’ala. Adapun yang lain daripada Allah Ta’ala , ada yang kekal dan tidak binasa tetapi bukan dinamakan kekal yang hakiki ( yang sebenar-benarnya ) Bahkan kekal yang aradhi ( yang mendatang juga seperti Arasy, Luh Mahfuz, Qalam, Kursi, Roh, Syurga, Neraka, jisim atau jasad para Nabi dan Rasul ).

Perkara –perkara tersebut kekal secara azali namun tidak abadi tatkala ia berta’alluq (bergantung) dengan Sifat dan Qudrat dan Iradat Allah Ta’ala yang mengekalkannya. Segala jisim semuanya binasa melainkan ‘ajbu Az-zanabi ( tulang kecil seperti biji sawi letaknya di tulangng ekor manusia, itulah benih anak Adam ketika bangkit daripada kubur kelak ).

Jasad semua nabi-nabi dan jasad orang-orang syahid berjihad Fi Sabilillah yang mana mereka adalah kekal aradhi juga. Disini nyatalah perkara yang dii’tibarkan (ibarat) permulaan dan akhir itu terbagi kepada 3 bagian :
· Tiada permulaan dan tiada kesudahan Yaitu dzat dan sifat Alllah SWT.
· Ada permulaan tetapi tiada kesudahan Yaitu seperti Arash, Luh Mahfuz , syurga dan lain-lain lagi.
· Ada permulaan dan ada kesudahan Yaitu segala makhluk yang lain daripada perkara yang diatas tadi ( Kedua ).

Sifat Mustahil: Fana’ Artinya: Binasa (sirna ? dengan kata lain tidak ada) Allah itu bersifat kekal. Mustahil Ia dikatakan fana’ (binasa)

4- Sifat Wajib: Mukhalafah Lilhawadisi

Pada dzat , sifat atau perbuatannya sama ada yang baru , yang telah ada atau yang belum ada. Pada hakikat nya adalah menafikan (meniadakan) Allah Ta’ala menyerupai dengan yang baru pada dzatnya , sifatnya atau perbuatannya.

Sesungguhnya dzat Allah Ta’ala bukannya berjirim dan bukan aradh Dan tidak sesekali dzatnya berdarah , berdaging , bertulang dan juga bukan jenis-jenis yang bisa larut , tumbuh-tumbuhan , tidak berpihak ,tidak bertempat dan tidak terikat dalam masa.

Dan sesungguhnya sifat Allah Ta’ala itu tidak bersamaan dengan sifat yang baru karena sifat Allah Ta’ala itu qadim serta azali dan melengkapi ta’aluqnya. Sifat Sama’ ( Maha Mendengar ) bagi Allah Ta’ala berta’aluq ia pada segala maujudat(perkara yang maujud) tetapi bagi mendengar pada makhluk hanya pada suara saja.

Sesungguhnya di dalam Al-Quraan dan Al-Hadist yang menyebut muka dan tangan Allah SWT. , maka perkataan itu hendaklah kita i’tiqadkan tsabit ( tetap ) secara patut dengan Allah Ta’ala Yang Maha Suci daripada berjisim dan Maha Suci Allah Ta’ala bersifat dengan segala sifat yang baru Artinya: Tidak sama dengan yang baru Sifat Mustahil: Mumatsalah Lilhawaditsi Artinya: Sama dengan yang baru Allah itu tidak mempunyai sifat-sifat yang baru yakni dijadikan dan dihancurkan. Mustahil Allah bersamaan dengan yang baru.

5- Sifat Wajib: Qiyamuhu Binafsihi


Artinya: Berdiri dengan diri-Nya sendiri



القيام بالنفس : صفة سلبية لأنها سلبت و نفت القيام بالغير و معناه في حقه تعالى انه لا يفتقر الى ذات يقوم بها أو موجد يوجده بل هو الغني عن كل ما سواه . قال الله تعالى { إِنَّ اللهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ } و الدليل العقلي على ذلك انه لو لم يكن قائما بنفسه لكان محتاجا الى غيره و لو احتاج الى غيره لكان حادثا و هو محال فيستحيل في حقه ضده و هو الاحتياج الى غيره



Al-Qiyam Binnafsi (Berdiri Sendiri) adalah sifat Salbiyyah artinya sifat yang mencabut atau menolak adanya Allah berdiri dengan yang lain. Dalam arti lain bahwa Allah tidak butuh dengan sesuatu dzat yang membantu-Nya untuk berdiri. Berdirinya Allah tidak membutuhkan makhluk-Nya, tidak membutuhkan tempat, tidak membutuhkan ruang dan tidak membutuhkan segala dzat, sifat, dan perbuatan makhluk-Nya. Berbeda dengan makhluk yang selamanya membutuhkan bantuan dari luar, Allah berfirman:إِنَّ اللهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ



”Sesungguhnya Allah SWT benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (al-Ankabut : 6).


Sifat mustahilnya al-qiyam binnafsih


Ihtiyaj Ila Mahal Wa Mukhashshash al-ihtiyaj lighairihi artinya berdiri dengan bantuan yang lain. Keberadaan makhluk Allah, di mana saja dan kapan saja tidak bisa lepas dari bantuan yang lain. Manusia lahir karena ada kedua orangtuanya, tumbuh dan berkembang karena dipelihara dan dirawat oleh orangtuanya. Bahkan setelah besar pun, manusia tetap tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Sedangkan Allah itu berdiri dengan sendirinya. Mustahil Allah itu berhajat atau butuh pada makhluk-Nya.



Jelasnya, Di dunia ini semua orang saling membutuhkan. Butuh bantunan, butuh dokter, butuh teman, butuh istri, butuh anak, butuh ini butuh itu dan masih banyak lagi kebutuhan. Dari mulai manusia lahir sampai wafat tidak bisa lepas dari bantuan dan kebutuhan. Saat bayi, ia butuh susu ibunya, menjelang pertumbuhan ia butuh asuhan, butuh pendidikan. Setelah menanjak dewasa ia butuh istri, butuh anak. Dan seterusnya dan seterusnya.



Allah Taala itu berdiri sendiri. Mustahil tidak berdiri dengan dirinya sendiri atau berdiri pada lainnya dan berdirinya tidak memerlukan tempat tertentu


Allah berdiri sendiri. Dia tidak butuh pada ciptaan-Nya, tidak butuh bantuannya, tidak butuh teman, tidak butuh istri, tidak butuh anak. Dia berdiri sendiri tidak beranak dan tidak diperanakan, tidak butuh makan, tidak butuh minum, tidak butuh tidur, tidak butuh istirahat, tidak butuh pujian dari makhluk-Nya. Seandainya seluruh makhluk memuji-Nya, niscaya tidak bertambah sedikitpun kemuliaan-Nya. Sebaliknya jika seluruh makhluk menghina-Nya, tidaklah berkurang sedikitpun keluhuran-Nya. Maha Suci Allah dari segala kebutuhan dan bantuan.


6- Sifat Wajib: Wahdaniyah
Artinya: Esa


الوحدانية : هي صفة سلبية لانها سلبت و نفت التعدد و معناها في حقه تعالى أنه واحد في ذاته و واحد في صفاته و واحد في أفعاله ، قال الله تعالى { لَوْ كَانَ فِيهِمَا ءَالِهَةٌ إِلاَّ اللهُ لَفَسَدَتَا } و الدليل العقلي على ذلك انه لو لم يكن واحدا لكان متعددا و لو كان متعددا لأمكن التمانع و هو يستلزم المحال لانه لو فُرِضَ وجود إلهين صانعين للعالم فلا بد إما أن يتفقا أو يختلفا فإن اتفقا لزم عجز كل واحد منهما و إن اختلفا لزم اجتماع الضدين و هو محال أو عجز أحدهما فالقادر هو الإله و العاجز باطل ، فثبت أنه سبحانه و تعالى واحد لا شريك له و يستحيل عليه التعدد .





Wahdaniyah (Esa atau Satu) adalah sifat Salbiyyah artinya sifat yang mencabut atau menolak keberadaan Allah lebih dari satu. Dalam arti lain bahwa Allah itu satu atau esa tidak ada Tuhan selain-Nya. Dia esa atau satu dalam Dzat, Sifat dan perbuatan-Nya.


Allah itu esa dalam dzat-Nya. Artinya, bahwa dzat Allah satu, tidak tersusun dari unsur unsur atau anggota badan dan tidak ada satupun dzat yang menyamai dzat Allah. Allah itu satu dalam sifat-Nya artinya bahwa sifat Allah tidak terdiri dari dua sifat yang sama, dan tidak ada sesuatupun yang menyamai sifat Allah. Allah itu satu dalam fi’il atau perbuatan artinya bahwa hanya Allah yang memiliki perbuatan. Dan tidak satupun yang dapat menyamai perbuatan Allah.


Sedangkan sifat mustahilnya wahdaniyah bagi Allah yaitu “Ta’addud” artinya banyak atau bilangan-Nya lebih dari satu, maka mustahil Allah lebih dari satu. Firman Allah:



لَوْ كَانَ فِيهِمَا ءَالِهَةٌ إِلاَّ اللهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ





“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ’Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (al-Anbiya’: 22).



Keesaan Allah itu mutlak. Artinya keesaan Allah meliputi dzat, sifat, maupun perbuatan-Nya. Meyakini keesaan Allah merupakan mabda’ atau prinsip, sehingga seseorang dianggap muslim atau tidak, tergantung pada pengakuan tentang keesaan Allah. Makanya untuk pertama seseorang menjadi muslim, ia harus bersaksi terhadap keesaan Allah, yaitu dengan membaca syahadat yang berbunyi ”Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah”.



Meyakini keesaan Allah juga merupakan inti ajaran para nabi, sejak nabi Adam as hingga nabi Muhammad saw. Jika keyakinan ini sudah diterapkan dari dahulu maka mustahil Allah itu lebih dari satu


Sifat Mustahil: Ta’addud

artinya: berbilangan / dua, tiga, empat dan seterusnya. Allah itu Maha Kuasa. Jika ada Allah lebih dari satu, dan bekerjasama, berarti mereka itu lemah dan tidak berkuasa. Dan jika mereka berselisihan maka terjadi sengketa antara mereka. Jadi mustahil Allah itu lebih dari satu. Kalau lebih dari satu maka Dia bukan yang Maha Kuasa lagi.

”Sekiranya ada di langit dan di bumi ilah-ilah selain ALLAH, tentulah keduanya itu sudah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai Arsy daripada apa yang mereka sifatkan. (Al-Anbiya: 22)


Dengan menghayati sifat wahdaniyyah ini, kita insyallah akan terhindar dari berbagai faham yang bisa menyesatkan tentang keesaan Allah.


Allah itu Maha Esa Dzat-Nya, Esa sifat-Nya dan esa juga perangai-Nya. Mustahil ia mempunyai Dzat, sifat dan perangai yang berbilang-bilang.


7- Sifat Wajib: Qudrah

Artinya: Kuasa


القدرة : هي صفة وجودية قديمة قائمة بذاته تعالي يحصل بها ايجاد الممكن و إعدامه على وفق الإرادة فالله سبحانه و تعالى هو القادر على كل شيئ المنفرد بالايجاد و الإعدام قال الله تعالى { وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعْجِزَهُ مِن شَيْءٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلاَ فِي الأَرْضِ إِنَّهُ كَانَ عَلِيماً قَدِيراً } ، فالدليل العقلي على ذلك وجود العالم لانه لو لم يكن قادرا لكان عاجزاو لو كان عاجزا لما وجد شيئ من هذا العالم فيستحيل عليه العجز



Qudrat (Kuasa) adalah sifat pasti ada pada dzat Alllah yang mungkin dengan kekuasaan-Nya, Dia berkehendak mewujudkan atau meniadakan segala sesuatu. Kekuasaan-Nya yang tidak terbatas. Kekuasaan-Nya meliputi terhadap segala sesuatu. Dia kuasa untuk mewujudkan segala sesuatu sesuai dengan kehendakn-Nya atau Dia juga kuasa untuk meniadakan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya.


Sudah menjadi hal yang pasti bahwa kekuasaan Allah berbeda dengan kekuasaan manusia yang mempunyai kelemahan dan keterbatasan. Kekuasan Allah tidak ada yang bisa menghalangi-Nya. Jika Allah telah berkehendak melakukan atau tidak melakukan sesuatu, maka tidak ada suatu pun makhluk yang bisa mencegah-Nya atau memberi saran kepada-Nya.



Makanya tidak patut bagi manusia bersifat sombong, angkuh dan bangga dengan kekuasaan yang dimilikinya, karena sebesar apa pun kehebatan kekuasaan manusia, tetap kekuasaan Allah pasti lebih besar dan lebih hebat. Bahkan jika Allah berkehendak menghilangkan kekuasaan manusia, maka dalam sekejap mata saja kekuasaanya bisa hilang dan ia tidak berdaya untuk mempertahankannya.


وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعْجِزَهُ مِن شَيْءٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلاَ فِي الأَرْضِ إِنَّهُ كَانَ عَلِيماً قَدِيراً




”Dan tiada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (al-Fatir: 44)


Sifat Mustahil: ’Ajzun


Artinya: Lemah


(tidak kuasa atau lemah), tentu Ia tidak akan kuasa meciptakan alam raya yang sangat menakjubkan ini. Karena itu, mustahil bagi Allah memiliki sifat lemah.



Alah Taala itu Maha Berkuasa, apapun bisa dilakukannya. Mustahil Allah itu lemah atau tidak berkuasa.


8- Sifat Wajib: Iradah


Artinya: Menentukan



إلارادة : هي صفة قديمة قائمة بذاته تخصص الممكن ببعض ما يجوز عليه كالعلم و الجهل و الطول و القصر و نحوها فالله سبحانه و تعالى هو المبدئ المعيد الفعال لما يريد لا راد لامره قال الله تعالى { إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَآ أَرَدْنَاهُ أَن نَّقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ } و الدليل العقلي على ذلك وجود العالم لأنه لو لم يكن مريدا لكان مكرها و لو كان مكرها لكان عاجزا و لو كان عاجزا لما وجد هذا العالم فيستحيل عليه سبحانه و تعالى ضدها و هو الكراهة




Iradah (Berkehendak) adalah Sifat Ma’ani yang artinya Allah berdiri dengan dzat-Nya dan menentukan sesuatu dengan kemungkinan-Nya. Dalam arti lain bahwa Allah mungkin (boleh atau tidak boleh) berkehendak untuk bertindak atau menentukan segala sesuatu sesuai keinginan-Nya. Allah memiliki kehendak yang sangat luas. Dia mungkin berkendak memberikan kekayaan kepada orang yang Dia kehendaki dan Dia bisa pula mencabut kekayaannya. Dia mungkin berkehendak memberi kemuliaan kepada orang yang Dia kehendaki dan pula Dia mungkin mencabut kemuliaannya. Di tangan Allah segala kehendak. Allah maha kuasa atas segala sesuatau yang Dia kehendaki, tidak seorangpun yang mampu menahan kehendak-Nya. Dan segala yang terjadi di dunia berjalan sesuai dengan keinginan dan kehendak Allah


.إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَآ أَرَدْنَاهُ أَن نَّقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ




” Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “Kun (jadilah)”, maka jadilah ia.” (an-Nahl: 40).


Sifat Mustahil: Karahah

Artinya: Terpaksa

maksudnya mustahil Allah berbuat sesuatu karena dengan paksaan atau terpaksa atau tidak dengan keinginan dan kehendak-Nya sendiri. Allah memiliki sifat selalu berkeinginan atau berkehendak. Keinginan dan kehendak Allah sesuai dengan kemauan-Nya sendiri, tak ada rasa terpaksa atau dipaksa oleh pihak lain, tidak ada tekanan atau mengharap imbalan. Kehendak Allah juga tidak dipengaruhi oleh pihak lain, kehendak-Nya tidak terbatas, dan dapat melakukan apa saja tanpa memberi kuasa kepada yang lain. Begitu pula Allah mungkin mencegah kehendak-Nya dengan kehendak-Nya sendiri, tidak ada satu makhlukpun yang bisa mencegah kehendak-Nya.


Manusia juga berkehendak, tapi kehendak manusia adalah terbatas pada kemampuannya sendiri. Manusia boleh berkehendak, namun Allah juga yang menentukan hasilnya. Berapa banyak seseorang berkehendak menginginkan sesuatu tapi ia tidak memperolehnya karena Allah berkehendak yang lain. Bercita cita adalah suatu hal yang baik tapi keberhasilan cita cita itu berada pada kehendak Allah. Di atas kehendak manusia masih ada kehendak Allah.



Uraian di atas menunjukkan bahwa manusia itu lemah dan memiliki keterbatasan, sedang Allah Maha Kuasa memiliki segala kehendak yang tidak terbatas. Meskipun demikian, Allah menyukai manusia yang berusaha dan berkehendak, namun semua kembali kepada kehendak Allah dan kita harus menerima apapun hasilnya.


Allah itu Menentukan segala-galanya, semua terjadi dengan ketentuan Allah, Mustahil Allah Taala itu terpaksa dan dipaksa menentukan segala galanya.


9- Sifat Wajib: ’Ilimu

Artinya: Mengetahui


العلم : هو صفة وجودية قديمة قائمة بذاته تعالى ينكشف بها المعلوم على ما هو به من غير سبق خفاء فالله سبحانه و تعالى يعلم كافة الاشياء إجمالا و تفصيلا ، قال الله تعالى { وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَآ إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ } و الدليل العقلي على ذلك وجود هذا العالم و ما هو عليه من النظام المحكم و الصنع البديع الذي يعجز كل مخلوق عن إدراك حقيقته فضلا عن إيجاده فصانع هذا العالم بهذه الصفة لا بد أن يكون عالما بالكليات و الجزئيات لانه خالقها و لو كان الصانع جاهلا لما وجد شيئ من هذا العالم و عدم وجوده باطل بالبداهة فيستحيل عليه ضده و هو الجهل





Ilmu (Mengetahui) adalah Sifat Ma’ani artinya sifat Allah yang qadim (dahulu) dan berdiri dengan dzat-Nya, dimana sesuatu bisa diketahui oleh Allah dengan nyata tanpa tertutup oleh apapun. Dalam arti lain Allah adalah dzat yang Maha Menciptakan, Ia sudah pasti mengetahui segala sesuatu yang diciptakan-Nya secara terperinci. Allah mengetahui dengan jelas semua perkara yang bersangkutan dengan ciptaan-Nya tanpa ada perbedaan apakah itu nampak, apakah itu tersembunyi atau apakah itu samar samar. Semua diketahui-Nya. Allah SWT berfirman:





وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَآ إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ





“Dan Allah memiliki kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu basah atau kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” [Al An’aam:59]





Segala yang ada di alam raya ini, baik yang besar maupun yang kecil, yang terlihat maupun yang tersembunyi, pasti diketahui Allah. Ilmu Allah maha luas, begitu luasnya sehingga jika seluruh air di lautan ini dijadikan tinta untuk menulis ilmu Allah maka ia tidak akan mampu menulisnya.





Kita sering kagum atas ilmu yang dimiliki manusia di dunia ini. Kita sering ta’ajub akan kecanggihan teknologi yang diciptakan manusia. Tapi kadang kadang kita tidak sadar, bahwa ilmu yang kita saksikan itu hanyalah sebagian kecil saja yang diberikan Allah pada manusia.





Semoga dengan memahami sifat ilmu Allah, kita akan terdorong untuk terus mencari ilmu, karena semakin ilmu kita bertambah, semakin kita rasakan kebodohan kita, semakin banyak pula kekurangan dan kelemahan kita, karena masih lebih banyak lagi ilmu Allah yang belum kita ketahui. Betapa hebatnya ilmu Allah, betapa tinggi ilmu Allah. Dan betapa ilmu yang kita miliki ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ilmu Allah.



Sifat Mustahil: Jahil

Artinya: Bodoh



Mustahil bahwa Allah itu bodoh atau tidak mengetahui atas apa yang diciptakan. Allah Maha Mengetahui karena Dialah yang menciptakan segala sesuatu. Sedangkan manusia hanya bisa melihat, mendengar dan mengamati. Itu pun terbatas pengetahuannya sehingga manusia tetap saja tidak mampu menciptakan meskipun hanya seekor semut.


Alkisah, nabi Musa as pernah mengikuti nabi Khidhir as. Konon ceritanya mereka duduk bersama sama di tepi pantai menunggu perahu nelayan yang akan datang membawa mereka ke tempat yang tidak diketahui. Disaat duduk nabi Khidir as melihat seekor burung kecil terbang hilir mudik di atas permukaan air laut. Lalu burung itu turun ke permukaan laut dan mematuk air. Pada saat itu Khidir as berkata kepada nabi Musa as “Kamu lihat air laut yang tersisa di patuk burung kecil itu? Itulah ibarat ilmu manusia dibanding dengan ilmu Allah, semumpama setetes air dibanding lautan yang luas”.



Sungguh, ilmu Allah jauh melampaui semua ilmu ilmu manusia, begitu tingginya ilmu Allah sehingga terkadang kita tak mampu untuk mengikuti dan memahaminya.





Allah Taala itu amat mengetahui segala-galanya. Mustahil Allah tidak mengetahui atau bodoh.

9. Sifat Wajib Qudrat , “ اَلْقُـــدْرَةُ “

Artinya “kuasa“ dan mustahil lemah. Maksudnya adalah , Allah Ta’ala mempunyai sifat qudrat yang berdiri pada Zat-Nya atau qudrat itu memang sifat bagi Zat Allah Ta’ala . Dalilnya :


a. Dalil naqli


Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al – Baqarah : 30


إِنَّ اللهَ عَـلَى كُـلِّ شَـيْءٍ قَـدِيْـرٌ


Artinya : “ Sesungguhnya Allah Ta’ala atas segala sesuatu Maha Berkuasa ”.


b. Dalil ‘aqli


Alam semesta dan isinya adalah, ciptaan Allah Ta’ala , sebagaimana keterangan yang lalu. Maka sesungguhnya mustahil jika IA sendiri tidak menguasainya. Sebab andaikata Tuhan lemah tidak berkuasa, tentu tidak akan ada makhluk-Nya atau IA bukan Tuhan yang Maha berkuasa. Oleh karena itu, mustahil menurut akal , jika Allah Ta’ala lemah dan wajib pada akal bahwa, Allah Ta’ala Maha Berkuasa untuk menciptakan sesuatu atau meniadakannya. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa tawaddlu’ tidak takabbur atau sombong bahkan ia sangat takut kepada Allah Ta’ala yang Maha Kuasa


10. Irâdat , “ اَلإِرَادَةُ “


Artinya “ berkehendak “ dan mustahil dipaksa, Maksudnya adalah, dalam menentukan sesuatu atau memilih sesuatu , Allah Ta’ala berbuat menurut sekehendak-Nya . Dalilnya :


a. Dalil naqli


Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al-Buruj : 16


فَـعَّـالٌ لِـمَـا يُـرِيْـدُ


Artinya : “(Allah Ta’ala itu) Maha berbuat terhadap apa yang dikehendaki-Nya”.


b. Dalil ‘aqli


Dalam menciptakan sesuatu , Allah Ta’ala tetap menurut kehendak-Nya. Demikian juga dalam menentukan atau memilih. Mustahil Allah Ta’ala diatur atau dipaksa oleh kekuatan yang lain. Kalau Allah Ta’ala dapat dipaksa atau diatur oleh kekuatan yang lain, maka Ia lemah dan berarti Ia bukan tuhan. Oleh karena itu patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa bersyukur atas ni’mat Allah dan sabar atas ujianNya





11. Sama’ , “ اَلسَّـمْـعُ “


Artinya “ mendengar “. Mustahil Allah Ta’ala bersifat tuli . Maksudnya adalah , Zat Allah Ta’ala bersifat sama’ artinya , mendengar segala sesuatu atau sifat mendengar adalah , salah satu sifat yang tetap ada pada Zat Allah Ta’ala . Dalilnya :


a. Dalil naqli


Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. An-Nisa’ : 184


وَكَـانَ اللهُ سَـمِـيْعًـا عَـلِيْـمًـا


Artinya :“Dan adalah Allah Ta’ala itu Maha Mendengar dan Maha Mengetahui“.


b. Dalil ‘aqli


Allah Ta’ala mempunyai sama’, yaitu pendengaran dan mustahil tuli, sebab tuli adalah , sifat kekurangan. Allah Ta’ala mustahil bersifat kekurangan, karena sifat kekurangan itu adalah, sifat bagi zat baharu. Padahal kita yakin sepenuhnya bahwa, Allah Ta’ala itu bukan baharu , sebaliknya Allah Ta’ala adalah, pencipta segala yang baharu. Maka mustahil IA tuli , seperti yang baharu itu. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia takut dan waspada dalam berkata-kata, karena Allah Ta’ala Maha Mendengar segala perkataan yang baik maupun yang buruk







12. Bashar , “ اَلْبَـصَـرُ “


Artinya “ penglihatan “ , mustahil buta atau tidak dapat melihat. Maksudnya adalah , Zat Allah Ta’ala bersifat bashar atau mempunyai penglihatan dan sifat ini adalah , salah satu sifat yang berdiri pada Zat-Nya. Dalilnya :


a. Dalil naqli


Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al-Hujarârat : 18.


وَاللهُ بَـصِيْـرٌ بِـمَـا تَـعْـمَـلُوْنَ


Artinya : “ Dan Allah Ta’ala maha melihat segala apa saja yang kamu kerjakan ”.


b. Dalil ‘aqli


Semua gerak gerik dari segala pekerjaan manusia , dilihat oleh Allah Ta’ala, mustahil IA buta, sebab buta adalah, sifat kekurangan. Padahal sifat kekurangan adalah, sifat makhluk-Nya . Apabila Tuhan juga buta, maka IA adalah makhluk , padahal mustahil tuhan menjadi makhluk , sebagai mana yang diterangkan pada awal kajian ini. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia tidak akan berbuat dosa dan maksiat, sebab Allah Ta’ala Maha Melihat segala perbuatannya.


13. Kalâm , “ اَلْكَـلاَمُ “


Artinya “ berkata-kata “ dan mustahil Allah Ta’ala bisu. Maksudnya adalah , Allah Ta’ala mempunyai sifat kalâm atau mempunyai tutur kata. Dalilnya :


a. Dalil naqli


Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. An-Nisa’ : 164


وَكَـلَّمَ اللهُ مُـوْسَى تَـكْلِيْـمًـا


Artinya : “ Dan telah berkata-kata Allah Ta’ala dengan (Nabi Musa) sebenar – benar perkataan “


b. Dalil ‘aqli


Kalau saja Allah Ta’ala bisu , tentu tidak dapat memerintah dengan baik. Sedangkan sifat bisu adalah, sifat kekurangan. Jika IA bisu, maka Bagaimana mungkin dapat berfirman kepada para Rasul-Nya. Oleh sebab itu , sifat kalâm adalah, sifat kesempurnaan Allah Ta’ala yang wajib lagi qadîm yang berdiri pada Zat-Nya. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa memperbanyak zikir dengan harapan agar ia juga disebut Allah Ta’ala sebagai hambaNya.


14. Kaunuhu Haiyan, “ كَـوْنُـهُ حَـيََّـا “


Artinya “Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Hidup“, mustahil Allah Ta’ala dalam keadaan mati. Sebab IA mempunyai sifat hayât yang telah ada dan berdiri pada Zat-Nya, maka Zat tersebut haiyun. Dalilnya sama dengan dalil sifat hayât.


15. Kaunuhu ‘Âliman, “ كَـوْنُـهُ عَـالِـمًـا “


Artinya “Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Mengetahui.” Maksudnya adalah, mustahil jahil (dalam keadaan tidak mengetahui). Oleh karena, IA bersifat tahu dan dalam keadaan mengetahui. Mustahil tidak tahu, apalagi dalam keadaan tidak mengetahui. Dalilnya sama dengan dalil sifat ‘ilmu


16. Kaunuhu Qâdiran. “ كَـوْنُـهُ قَـادِرًا “


Artinya “Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Kuasa,“ maka mustahil dalam keadaan lemah, karena IA mempunyai sifat qudrat. Dalilnya sama dengan dalil sifat qudrat.





17. Kaunuhu Murîdan, “ كَـوْنُـهُ مُـرِيْـدًا “


Artinya “ Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Menghendaki,” atau Maha Menentukan, maka mustahil dalam keadaan terpaksa atau tidak berkehendak, karena IA mempunyai sifat irâdat. Dalilnya sama dengan dalil sifat irâdat.


18. Kaunuhu Sami’an, “ كَـوْنَـهُ سَـمِـيْـعًا “


Artinya “ Zat Allah Ta’ala senantiasa dalam keadaan Maha Mendengar,” maka mustahil dalam keadaan tuli atau tidak mendengar, karena Ia mempunyai sifat sama’ yang tetap ada pada zat-Nya. Dalilnya sama dengan dalil sifat sama’


19 Kaunuhu Basîran, “ كَـوْنُـهُ بَصِيْـرًا “


Artinya “ Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Melihat, “ maka mustahil dalam keadaan buta ataupun tidak melihat, karena Ia mempunyai sifat bashar yang tetap berdiri pada Zat-Nya . Dalilnya sama dengan sifat bashar.


20. Kaunuhu Mutakalliman, “ كَـوْنُـهُ مُـتَـكَلِّمًـا “


Artinya “ Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Bertutur Kata ,” maka mustahil Allah Ta’ala dalam keadaan bersifat bisu atau tidak dapat bertutur kata, karena IA mempunyai sifat kalâm. Dalilnya sama dengan sifat kalâm.1- Sifat Wajib: Wujud Artinya: Ada

Admin tidak bertanggung jawab atas semua isi komentar ,Mohon dipahami semua isi komentar dengan bijak