Kisah Jokowi, Istana Bogor, dan Ratu Pantai Selatan

ISTANA Bogor merupakan salah satu dari enam Istana Presiden Republik Indonesia yang mempunyai keunikan tersendiri. Ada banyak sisi aspek historis, kebudayaan, hingga faunanya. Salah satunya adalah keberadaan rusa-rusa yang didatangkan langsung dari Nepal dan tetap terjaga dari dulu sampai sekarang.

Istana Bogor dahulu bernama Buitenzorg atau Sans Souci yang berarti tanpa kekhawatiran. Istana ini dibangun Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-27, Gustaaf Willem Baron Van Imhoff pada bulan Agustus 1744, dan bertingkat tiga.

Awalnya, Van Imhoff terkesima dengan sebuah kampung kecil di Bogor (Kampung Baru), sebuah wilayah bekas Kerajaan Pajajaran yang terletak di hulu Batavia. Van Imhoff kemudian mempunyai rencana membangun wilayah tersebut sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan buatnya.

Van Imhoff endiri yang membuat sketsa dan membangunnya dari tahun 1745-1750. Dia terilhami arsitektur Blehheim Palace, kediaman Duke Malborough, dekat kota Oxford di Inggris.

Seiring dengan waktu, perubahan-perubahan terjadi terhadap Istana Bogor. Bentuk bangunan jua mengalami berbagai perubahan. Sehingga yang tadinya merupakan rumah peristirahatan berubah menjadi bangunan istana paladian dengan luas halamannya mencapai 28,4 hektare dan luas bangunan 14.892 m².

Musibah datang pada tanggal 10 Oktober 1834. Gempa bumi mengguncang akibat meletusnya Gunung Salak sehingga istana tersebut rusak berat. Pada tahun 1850, Istana Bogor dibangun kembali, tetapi tidak bertingkat lagi karena disesuaikan dengan situasi daerah yang sering gempa itu. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Albertus Jacob Duijmayer van Twist (1851-1856) bangunan lama sisa gempa itu dirubuhkan dan dibangun dengan mengambil arsitektur Eropa abad ke-19.

Pada tahun 1870, Istana Buitenzorg dijadikan tempat kediaman resmi dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Penghuni terakhir Istana Buitenzorg itu adalah Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborg Stachourwer yang terpaksa harus menyerahkan istana ini kepada Jenderal Imamura, pemeritah pendudukan Jepang.

Pada tahun 1950, setelah masa kemerdekaan, Istana Kepresidenan Bogor mulai dipakai oleh pemerintah Indonesia, dan resmi menjadi salah satu dari Istana Presiden Indonesia. Dan pada tahun 1968 Istana Bogor resmi dibuka untuk kunjungan umum atas restu dari Presiden Soeharto. Arus pengunjung dari luar dan dalam negeri setahunnya mencapai sekitar 10 ribu orang.

Sebelumnya Istana Bogor dilengkapi dengan sebuah kebun besar, yang dikenal sebagai Kebun Raya Bogor namun sesuai dengan kebutuhan akan pusat pengembangan ilmu pengetahuan akan tanaman tropis, Kebun Raya Bogor dilepas dari naungan istana pada tahun 1817.

Istana Bogor mempunyai bangunan induk dengan sayap kiri serta kanan. Keseluruhan kompleks istana mencapai luas 1,5 hektare. Bangunan induk istana berfungsi untuk menyelenggarakan acara kenegaraan resmi, pertemuan, dan upacara.
Kemudian sayap kiri bangunan yang memiliki enam kamar tidur digunakan untuk menjamu tamu negara asing.

Sementara sayap kanan bangunan dengan empat kamar tidur hanya diperuntukan bagi kepala negara yang datang berkunjung. Pada tahun 1964 dibangun khusus bangunan yang dikenal dengan nama Dyah Bayurini sebagai ruang peristirahatan presiden dan keluarganya, bangunan ini termasuk lima paviliun terpisah.

Nah, saat ini Presiden Joko Widodo menjadikan Istana Bogor sebagai salah satu tempat kegemarannya dalam menjalankan tugas sebagai kepala negara. Kenapa? Apa lagi uniknya istana ini sehingga Jokowi merasa lebih nyaman di sana?

Ya, boleh saja Jokowi bersandar pada alasan bahwa tempat ini memiliki suasana yang sejuk dan asri. Namun banyak yang meragukan alasan tersebut. Ada yang menganggap Jokowi hanya ingin sekadar menjauh dari bayang-bayang Teuku Umar (kediaman Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri)

Namun ada yang sedikit klenik, ada yang mengatakan bahwa Jokowi tengah menjalin hubungan dengan Ratu Pantai Selatan, dan lain sebagainya. Oww...ow..ow.

Dalam pandangan mata batin salah satu pelaku spiritual, Ki Candan Langit, Istana Bogor memang memiliki aura yang sangat bagus apabila Jokowi melakukan olah spiritual di tempat itu. Karena di Istana Bogor kekuatan spiritualnya berasal dari Prabu Siliwangi yang berwujud seekor Harimau dan juga Kanjeng Ratu Kidul yang mengenakan busana berwarna hijau.

"Jokowi dipagari secara mistis oleh leluhurnya dan juga oleh sejumlah tokoh spiritual di tanah Jawa, serta doa dari para ulama," jelas Ki Candan Langit yang merasa ada yang menghalangi sehingga terasa berat ketika ingin mengungkap hal-hal gaib di sekitar Jokowi.

Ki Canda Langit membantah bila kekuatan spiritual dari Prabu Siliwangi dan Kanjeng Ratu Selatan sengaja diundang atau difasilitasi ke Istana Bogor untuk menaikan pamor Jokowi, karena hal itu menurutnya merupakan kekuatan spiritual yang sudah lama ada dan berdiam di salah satu ruangan istana sejak presiden pertama Indonesia.

"Cuma sekarang aura mistisnya sudah mulai memudar, karena ada beberapa presiden yang menghilangkan tradisi sakralnya. Bahkan Presiden Jokowi juga hampir meninggalkan unsur mistisnya dan lebih banyak melakukan silaturahmi ke ulama-ulama atau ahli agama, dan menjalankan tugas ibadah," jelas Ki Candan Langit, dilansir dari Rakyat Merdeka Online (Grup JPNN), Minggu (1/3).

Kata Ki Candan Langit, jika presiden Jokowi tidak menjalankan tradisi ritual di Istana Bogor maka pamornya akan berkurang, dan aura kharismanya juga akan cepat memudar. Bila tradisi leluhur tidak dibudidayakan maka leluhur juga enggan untuk membantu.

"Pada dasarnya semua adalah kehendak Tuhan Yang Maha Esa, tapi tradisi adalah ciri khas dan warisan leluhur budaya bangsa Indonesia yang harus dilestarikan," tegas Ki Candan Langit. (Sumber : rus/adk/jpnn.com)

2 Comments

Menarik kisahnya kang btw template baru lebih elegant kang

Reply

Cuman rada berat ni Bang :cuff:

Reply

Admin tidak bertanggung jawab atas semua isi komentar ,Mohon dipahami semua isi komentar dengan bijak