Maulid Nabi Muhammad SAW dalam sejarah Islam

Maulid Nabi Muhammad SAW dalam sejarah Islam

Menelisik Sejarah Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW
Peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabiyang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriyah, kerap dirayakan dengan berbagai cara oleh umat Islam di berbagai belahan dunia. Setiap negara memiliki kekhasannya sendiri dalam merayakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini. Dalam kalender masehi tahun ini, Maulid Nabi jatuh pada 20 Nopember 2018.

Dalam sejarah Islam, ada sejumlah fakta yang menunjukkan bahwa perayaan Maulid Nabi telah dilaksanakan jauh di abad-abad sebelumnya. Berikut sejumlah perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW dalam sejarah Islam:

1. Hadrat Allama Mulla Ali Qari menceritakan rutinitas dari masyarakat Madinah al-Munawwarah dalam bukunya yang berjudul 'Mawrid ar-Rawi Fi Mawlid an-Nabawi'.

"Masyarakat Madina Munawwarah (Semoga Allah memberikan rahmat kepada mereka) biasa mengatur dan menghadiri pertemuan maulid dengan sangat antusias dan tulus dalam kesempatan Maulid Sharif (Halaman 29)."

2. Ibnu Jauzi mengatakan, masyarakat Haramain Shareefain (Makkah dan Madinah), Mesir, Yaman, Suriah, dan kota-kota di timur dan barat Arab, memegang fungsi dalam merayakan kelahiran Nabi. Mereka bersuka cita saat melihat bulan Rabiu'l Awwal. Suka cita itu mereka tunjukkan dengan mandi, mengenakan pakaian terbaik, menghiasi diri dengan berbagai cara, memakai wewangian, dan memberi sedekah dengan begitu gembira. Mereka juga dengan senang hati mendengarkan Maulid Nabi.

"Dengan melakukannya, mereka berhasil meraih kesuksesan, seperti yang telah dibuktikan bahwa dengan merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW banyak hal baik terjadi sepanjang tahun, keamanan dan kenyamanan, sarana penghidupan yang lebih baik, peningkatan kekayaan pada anak-anak, kedamaian di kota dan di rumah," tulis Ibnu Jauzi.

Tulisan tersebut diambil dari referensi berikut ini: Tafsir Ruh al-Bayan oleh Allama Ismail Hiqqi, volume 9, halaman 56. Tafsir Milad al-Uroos-Urdu "Bayan e-Milad-un-Nabi", halalam 34/35, yang diterbitkan di Lahore. Tafsir Ad-Durr al-Munazzam, halaman 100/101. Tafsir Al-Milad an-Nabawi, Halaman 58.

3. Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW pertama kali muncul pada abad ke-3 atau ke-4 Hijriah. Sekitar 700 tahun yang lalu, seorang yang shalih bernama Umer bin Mullah Muhammad Mousli membuat perayaan Maulid Nabi secara rutin. Setelahnya, pangeran yang paling dicintai oleh Sultan Salahuddin al-Ayyubi, Sultan Arbal Malik Abu Saeed Muzaffar al-Din, merayakan Maulidan Nabi secara resmi. Ibnu Khalqaan Arabali Sha'fai adalah saksi mata dari festival maulid nabi tersebut.

4. Menurut "Tarikh-e-Mar'at az-Zaman", jutaan rupee dihabiskan untuk perayaan Maulid Nabi. Pada awal Abad ke-7 Hijriah, seorang ulama besar bernama Abul Khattab Umer Bin Hasan dah'hia Qalbi Andalusi Balansi, menulis sebuah buku tentang topik Milad an-Nabi dengan nama "At-Tanveer FiMaulidas-Siraj al-Muneer". Pada 1207, dia pergi ke istana Sultan Arbal dan mempresentasikan bukunya saat Maulid kepadanya. Saat itu, ulama tersebut kemudian mendapatkan seribu koin emas dari Sultan. Ini adalah status dan rasa hormat dar Maulid Shareef di hati para pemimpin Islam terdahulu.

5. Tidak hanya Sultan Arbal, Raja tanah Mesir juga merayakan mauliddengan sebutan Maulid Shareef. Allama ibnu Juzri adalah salah satu saksi matanya. Untuk perayaan festival ini, setidaknya 1.000 mitsqal emas dihabiskan. Sultan Abu Hamu Musa Talamsani dan penguasa awal Aqsa dan Andalusia biasa merayakan Maulidan Nabi. Abdullah Tonsi Summa Talamsani telah menulis detail dari festival ini dalam bukunya "Raah al-Arwah".

6. Bukti perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW lainnya juga diceritakan dalam Sirah al-Halabiya. "Muslim telah merayakan perkumpulan Maulid Sharid di kota-kota besar untuk beberapa waktu," (Sirah al-Halabiyah, halaman 80).

7. Syaikh Yusuf bin Ismail an-Nabhani dalam kitabnya yang berjudul 'Jawahir al-BiHar' juga menceritakan bukti perayaan Maulid Nabi.

"Penghuni Makkah mengunjungi Tempat LahirNabipada malam Mawlid an-Nabawi setiap tahunnya dan mengatur pertemuan-pertemuan besar (Halaman 122)."

8. Dalam kibta 'Fuyudh al-Haramain', Shah Waliullah juga telah menunjukkan bukti perayaan Maulid Nabi.

"Kelahiran Nabi dirayakan oleh masyarakat Makkah yang menerima berkah karenanya."

9. Koran Makkah al-Mukkaramah, Al-Qibla, juga menulis tentang bukti-bukti tersebut. Pernyataan Al Qibla juga diperkuat oleh Tariqat bulanan di Lahore yang terbit pada Januari 1917.

Diceritakan, pada malam Maulidan Nabi perayaan dijalankan. Warga Makkah menamai hari itu sebagai 'Youm al-Eid Mawlid ar-Rasulullah. Pada malam perayaan itu, mereka memasak makanan. Amir Makkah dan Panglima Hijaz dengan tentara mereka mengunjungi tempat kelahiran Nabi Muhammad dan membacakan ucapan puji-pujian atau Qasidah di sana.

Sementara itu, deretan lilin yang bersinar diposisikan dari Haram al-Makki menuju tempat kelahiran Nabi. Selain itu, rumah-rumah dan toko-toko juga dihias. Warga menggunakannya untuk melafalkan Qasaid atau syair sepanjang hari di tempat kelahiran Nabi. Pada malam tanggal 11 Rabiu'l Awwal setelah isya', pertemuan Mawlid kemudian digelar. Sejak shalat Maghrib pada 11 Robiu'l Awwal hingga shalat Ashar pada 12 Robiu'l Awwal, setelah setiap shalat, persembahan salam atau penghormatan dari 21 tank ditampilkan.

10. Ensiklopedia Islam juga menjelaskan bukti perayaan Maulid Nabi. "Di malam Mawlid an-Nabi; Seluruh dunia Islam terlihat senang dan merayakannya. Dan itu dirayakan sampai sekarang dengan antusias dan integritas," demikian tulisan dalam Ensiklopedia Islam, Vol.21, Halaman 824, yang diterbitkan oleh Universitas Punjan, Lahore, Pakistan.

11. Ibnu Jawzi dalam bukunya tentangMaulid, menceritakan tentang perayaan di Makkah dan Madinah. "Di Haramayn (yaitu Makkah Mukarrama dan Madina Munawwarah), di Mesir, Yaman, semua orang di dunia Arab telah merayakan Maulid untuk beberapa lama. Begitu tiba bulan Rabiu'l Awwal, kebahagiaan mereka menyentuh batas dan karenanya mereka membuat pertemuan khusus untuk DzikirMaulid, agar mereka mendapatkan pahala dan kesuksesan yang luar biasa." (Bayan al-Mawlid an-Nabwi, Halaman 58)

12. Shah Waliullah Dhelvi menyebutkan salah satu pengalaman indahnya tentang Maulid Nabi. "Saya ambil bagian dalam sebuah pertemuan Maulid di Makkah, dimana orang-orang mengirim Salawat atau Darood dan Salam kepada Nabi SAW dan memperingati kejadian yang terjadi pada masa kelahiran yang diberkahi (sebelum dan sesudah), dan yang disaksikan sebelum dia ditunjuk sebagai Nabi(seperti cahaya yang memancar dari Siti Aminah), dia melihat Noor atau cahaya itu, seorang wanita menunjukkan kepada Sayyidina Abdullah (ayahanda Nabi) saat melihat cahaya di keningnya. Tiba-tiba saya melihat cahaya menyelimuti satu kelompok orang. Saya tidak mengklaim bahwa saya melihat ini dengan mata fisik saya, saya juga tidak mengklaim bahwa itu adalah spiritual. Allah mengetahui yang terbaik mengenai keduanya, namun setelah konsentrasi pada hal yang unik ini (Anwaar), kenyataan terbuka bagi saya. Bahwa Anwaar ini adalah para Malaikat yang ikut serta dalam pertemuan itu. Saya juga melihat Rahmat turun bersama dengan para malaikat itu." (Fuyudh al-Haramayn, Halaman 80/81)

13. Syeikh al-Islam Imam Ibnu Hajr al Haytami (Rahimuhullah) menulis: "Pertemuan Mawlid dan Adhkaar yang berlangsung selama masa kita, sebagian besar terbatas pada perbuatan baik, misalnya di dalamnya, ada Sadaqah yang diberikan, Dzikir dilakukan, Shalawat dan Salam dikirim kepada Nabi dan dia dipuji." (Fatawa al-Hadithiyyah, Halaman 202)

14. Sejarawan abad ke-7, Syeikh Abu al-Abbas al-Azafi dan putranya Abu al-Qasim al-Azafi, menulis dalam Kitab al-Durr al-Munazzam. "Para jamaah haji yang saleh dan pelancong terkemuka memberi kesaksian, bahwa pada hari Maulid Shareef di Makkah al-Mukarrama, tidak ada kegiatan yang dilakukan, dan tidak ada yang dijual atau dibeli. Melainkan diisi oleh orang-orang yang sibuk mengunjungi tempat kelahiran Nabiyang mulia, dan bergegas ke sana. Pada hari ini, Ka'bah Suci dibuka dan dikunjungi."

15. Sejarawan abad kedelapan yang terkenal, Ibn Battuta, menceritakan Rihla atau perjalanannya. "Pada setiap Jum'at setelah shalat dan juga pada hari ulang tahun Nabi Yang Terberkati Alaihis Salat wa as-Salam, pintu Ka'bah Suci dibuka oleh kepala Bani Shayba, yang merupakan penjaga pintu Ka'bah yang Suci. Sementara di Mawlid Shareef, kepala hakim Syafi'i Makkah al-Mukarrama, Najmuddin Muhammad ibnu al-Imam Muhyi al-Din al-Tabari, membagikan makanan kepada keturunan Nabi dan kepada orang-orang Makkah al-Mukarrama."

16. Sejarawan Syeikh Ibnu Zahira dari bukunya Jami al-Latif fi Fadli Makkata wa-Ahliha, kemudian Syeikh al-Haytami dari bukunya al-Mawlid al-Sharif al-Muazzam, dan sejarawan Syeikh al-Nahrawali dari al-Ilmam bi-Alam Bayt Allah al-Haram, berkata: "Setiap tahun pada tanggal 12 Rabi'ul Awwal Shareef, setelah shalat Maghrib, empat Qadhis Makkah al-Mukarrma (mewakili Empat Sekolah Sunni) dan kelompok besar masyarakat termasuk para ahli hukum dan tokoh penting Makkah al-Mukarrama, Syaikhayn, guru dan siswa Zawiya, pejabat sipil publik dan ulama, meninggalkan Masjid dan berangkat secara kolektif untuk berkunjung ke tempat kelahiran Nabi Alaihi Salam, mengumandangkan zikir dan tahlil."

Dalam buku itu diceritakan, bahwa rumah-rumah di jalanan menuju tempat kelahiran Nabi diterangi dengan banyak lentera dan lilin besar. Banyak warga yang keluar dan mereka semua memakai pakaian khusus serta membawa anak-anak mereka.

Sementara di dalam tempat kelahiran Nabi, terdapat sebuah khutbah khusus yang disampaikan dalam rangka memperingati hari kelahiran Nabi. Selanjutnya, ada do'a yang dipersembahkan bagi Sultan Ustmaniyah (Ottoman), Amir dari Makkah al-Mukarrama. Hakim Qadhi Syafi'i kemudian menutup acara dan semua orang berdoa dengan khusyuk.

Sementara itu, sesaat sebelum shalat Isya, seluruh warga kembali ke Masjid Agung, yang dipadati warga. Mereka lantas duduk di barisan di kaki makam Nabi Ibrahim.

Sumber  https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/12/01/p09bbp396-menelisik-sejarah-perayaan-maulid-nabi-muhammad-saw