Coronavirus dan rasisme

Ada tulisan menarik di The Lily, pada edisi 21 April 2020. The Lily adalah publikasi terbaru The Washington Post, dalam Media Facebook, Instagram, dan Twitter, serta newsletter dua mingguan. Tulisan itu berjudul, I’m an Asian American doctor on the front lines of two wars: Coronavirus and racism, Saya seorang dokter Amerika keturunan Asia di garis depan dua perang: Coronavirus dan rasisme.

Tetapi, sejarah The Lily sangat panjang. Koran The Lily, pertama kali diterbitkan sebagai surat kabar yang dipimpin perempun dan untuk perempuan pada tahun 1849. Dari sejak terbit, 1849 hingga 1853 dipimpin oleh Amelia Jenks Bloomer (1818-1894); lalu dijual kepada Mary Birdsall pada tahun 1854 dan tetap fokus pada isu-isu perempuan.

Setelah menembus perjalanan panjang, mulai 12 Juni 2017, The Lilyditerbitkan oleh The Washington Post,yang dikhususkan bagi kaum perempuan milenial.

Tulisan itu menceritakan pengalaman seorang perempuan dokter, Sojung Yi yang bekerja di ruang emergensi University of California, San Francisco, AS, untuk menangani pasien korban Covid-19. Sojung menceritakan, ketika pandemi Covid-19 makin merajalela di AS, dan korban-korbannya membanjiri rumah-rumah sakit, gelombang sentimen xenophobia dan rasis menyertainya. Pasien, selalu bertanya, “Dari mana asal Anda,” begitu melihat wajahnya yang ada garis Asia.

Bahkan, sebelum Covid-19 dinyatakan sebagai pandemi, orang-orang keturunan Asia, terutama China, di AS sudah diperlakukan kurang manusia: diludahi, dilecehkan, bahkan diserang secara fisik. Apalagi, Presiden AS, Donald Trump dalam sebuah jumpa pers bulan Maret lalu tidak mau menggunakan istilah resmi dalam dunia kesehatan yakni Covid-19 atau Virus Corona, melainkan lebih memilih menggunakan istilah “Virus China.”

Dengan menggunakan istilah tersebut, pesan Trump jelas. Yakni, ingin menyalahkan pihak lain, dalam hal ini China, ketimbang ketidaksiapan sektor kesehatan menangani serangan Covid-19 dan akibat-akibatnya termasuk dalam bidang ekonomi. Istilah tersebut telah menimbulkan sikap xenophobia–ketidaksukaan atau ketakutan terhadap orang-orang dari negara lain, atau yang dianggap asing—dan rasisme sehingga memicu munculnya kepanikan dan ketakutan publik.

“Xenophobia” dan Rasisme

Mengapa xenophobia dan rasisme, muncul lagi atau dimunculkan lagi memanfaatkan pandemi Covid-19? Rasanya, sejarah selalu berulang. Ketika wabah Black Death, menyerang Eropa pada abad ke-14, yang menewaskan tak kurang dari 25 juta orang atau sekitar 40 persen penduduk Eropa saat itu, orang-orang Yahudi dituding sebagai penyebabnya. Ini adalah ledakan kebencian terhadap orang Yahudi yang sudah muncul di masa sebelumnya. Maka anti-semitisme makin menjadi-jadi. Padahal penyakit ini berasal dari Asia Tengah dan China.

Ketika pecah epidemi kolera pada tahun 1832, yang menewaskan ratusan ribu orang di Eropa dan Amerika Utara –100.000 orang New York atau sekitar separuh penduduk kota itu–para imigran Irlandia-lah yang dituding sebagai penyebarnya. Akibatnya, muncul gelombang anti-imigran. Kolera merajalela di perkampungan-perkampungan miskin yang penduduknya dihuni kaum imigran.

Padahal, kolera pertama kali muncul di India pada tahun 1817. Menurut catatan medis A Treatise On the Practice of Medicine (1858) karya George B Wood MD, digambarkan penyebaran kolera menembus Asia dan Timur Tengah selama tahun 1820-an. Pada 1830, kolera dikabarkan ditemukan di Moskwa, lalu Warsawa, Berlin, Hamburg, dan Inggris bagian utara. Awal 1832 giliran London diserang, lalu Paris. Tanggal 8 Juni 1832, diberitakan ditemukan penderita Kolera di Quebec dan 10 Juni 1832 di Montreal, Kanada. Dan, masuk New York City, 24 Juni 1832 (Robert McNamara: 2020).

Cerita yang hampir sama terjadi ketika wabah virus Ebola terjadi. Karena pertama kali menyerang Nzara, Sudan Selatan dan Yambuku, Republik Demokratik Kongo pada tahun 1976, maka menimbulkan xenophobia dan rasisme terhadap orang-orang dari Afrika. Apalagi merajalela lagi antara 2014-2016 di Afrika Barat, dimulai dari Guinea lalu ke Sierra Leone dan Liberia, makin kuatlah sentiment anti-Afrika itu (Forbes, Feb 28, 2020).

Menurut sebuah studi yang dipublikasikan oleh Canadian Journal of Cultural Studies (2018) yang membahas soal penyakit SARS, penyakit ini telah merusak kehidupan harmonis komunitas di Toronto, Kanada. Kawasan bisnis China di Chinatown yang biasanya ramai, jadi sepi.

Penyakit ini pertama kali muncul di China Selatan pada tahun 2002, dan menyebar ke kota-kota lainnya di negeri itu, dan sampai di Hongkong pada bulan Februari 2003. Dari Hongkong menyebr ke mana-mana hingga sampai Toronto, Kanada (Roger Keil dan Harris Ali; 2020).

Studies membahas radikalisasi wabah SARS dalam konteks Toronto, kota yang sangat beragam dan multikultural. Studi mereka mengungkapkan bahwa komunitas yang biasanya harmonis dipengaruhi oleh ketakutan SARS 2003. Di Kanada, orang yang diduga (suspected) terpapar SARS, terbanyak di Toronto, adalah 438 orang dan 44 orang meninggal.

Hal serupa sekarang dimainkan dengan Coronavirus (atau COVID-19). Mengapa ini terjadi? Berdasarkan sebuah studi 2019, yang kemudian diterbitkan oleh jurnal Social Psychological and Personality Science, paparan penyakit menular dapat meningkatkan ketegangan rasial. Bila di suatu kawasan merebak wabah yang mudah menular, maka orang akan cenderung berpihak kepada komunitas yang sama—entah itu warna kulit, ras, etnis, bahkan agama—dan menolak orang atau komunitas yang berbeda.

Menurut studi itu, orang cenderung menunjukkan tingkat kesukuan tertentu dalam kehidupan. Hal itu juga terjadi dalam politik, olah raga, teori konspirasi, dan banyak lagi. Orang juga cenderung takut pada hal-hal yang tidak mereka mengerti. Seringkali lebih mudah untuk membuat narasi yang sesuai dengan zona kenyamanan, kapasitas intelektual, atau ideologi seseorang. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa pandangan rasis atau xenofobik akan muncul dari ketakutan dan kecenderungan mempertahankan diri.

Sikap xenophobia dan rasisme adalah bentuk dari usaha untuk melempar tanggung jawab, seperti Trump yang menyebut Virus Corona sebagai Virus China. Sikap yang sama juga terjadi pada awal Januari saat merebaknya Covid-19 di Jepang, misalnya, dengan #ChineseDon’tComeToJapan menjadi trending di Twitter. Di Hong Kong, Korea Selatan, dan Vietnam banyak pengusaha yang memasang tanda melarang pelanggan atau nasabah dari China daratan. Rasisme intra-Asia terhadap China berasal dari dikotomi kekuatan budaya dan politik, karena China terus maju dan naik di pangung militer dan ekonomi global.

Sikap anti-Asia (orang-orang Asia) juga muncul di Inggris. Bahkan, di Perancis, surat kabar Le Courier Picard menjadi sasaran kritik dan kecaman karena menurunkan berita utama berjudul “Alerte jaune” atau “Yellow Alert” (Siaga Kuning), meminjam istilah menghina dan rasis dunia Barat masa lalu yakni “Le peril jaune?” atau “Yellow Peril?”(Bahaya Kuning?), lengkap dengan wajah seorang perempuan China yang mengenakan masker.

Istilah Yellow Peril adalah sebutan rasial yang ditujukan terhadap orang-orang keturunan Asia di Eropa dan Amerika pada akhir abad kesembilan belas dan awal kedua puluh (BBC News, 29 January 2020). Namun, surat kabar tabloid tersebut kemudian meminta maaf lewat Tweeter.

Meskipun demikian, muncul keluhan orang-orang Asia di Perancis, yang merasa diperlakukan tidak manusia di transportasi umum dan juga media sosial. Untuk melawan tindakan itu, mereka menggunakan hashtag JeNeSuisPasUnVirus, Saya bukan virus.

Kambing Hitam

Sikap-sikap semacam tersebut di atas, xenophobia dan rasisme, adalah bagian dari mencari kambing hitam. Sebuah sikap yang cenderung menuding pihak lain sebagai yang bertanggung jawab; sebagai penyebab sebuah peristiwa. Dengan kata lain menunjukkan rendahnya integritas. Selain itu, menunjukkan rendahnya kualias kejujuran. Oleh karena tidak berani mengakui, menceritakan kebenaran kepada orang lain. Tetapi memilih untuk menyalahkan orang lain; menjadikan orang lain sebagai kambing hitam persoalan, penyebab persoalan.

Kebiasaan menuding orang lain lain, bukan hanya menunjukkan tiadanya sikap ksatria, tetapi juga mengurangi kesadaran terhadap akar masalah. Jika seseorang mengalami frustrasi dan tidak dapat menemukan alasannya atau tidak dapat mengatasi sumber penyebab dari frustrasi itu, orang akan mencari kambing-hitam untuk dijadikan sasaran prasangka dan agresinya.

Apa yang terjadi di negeri ini, Indonesia (untungnya) tidak sampai pada sikap xenophobia dan rasisme. Semoga tetap hidup kesadaran bahwa Indonesia menjadi karena keberagaman dalam segala hal: suku, etnis, ras, agama, bahasa, budaya, tradisi dan sebagainya. Mengingkari keberagaman berarti mengingkari ke-Indonesiaan. Dengan kata lain, Bangsa Indonesia adalah bangsa majemuk. Kemajemukan ini terjalin dalam satu ikatan bangsa indonesia sebagai satu kesatuan bangsa yang utuh dan berdaulat. Kemajemukan itu adalah kekuatan Indonesia.

Akan tetapi, kejadian di beberapa wilayah, misalnya penolakan terhadap enam perawat sebuah rumah sakit di Palembang untuk pulang ke tempat kosnya, adalah juga sikap yang tidak hanya kurang tetapi tidak terpuji (meski ada yang menyebutnya sebagai bentuk lain dari xenophobia). Juga penolakan pemakaman jenazah korban Covid-19 oleh warga di beberapa wilayah adalah bentuk dari rendahnya rasa kemanusiaan, sebuah tindakan tidak berdasarkan alasan-alasan yang rasional, tidak berdasarkan akal sehat, dan pikiran waras.

Oleh karena itu, perlu kiranya, masyarakat perlu diberikan pemahaman yang sederhana tetapi jelas tentang dimensi krisis dan kebijakan pemerintah. Langkah lain yang perlu terus dilakukan adalah memperkuat dan memperluas kerja sama dan kerjabersama antara pemerintah, pemerintah daerah, swasta, masyarakat sipil, media, universitas, dan lainnya, serta memberdayakan sumberdaya yang dimiliki oleh semua komponen masyarakat.

Tidak kalah pentingnya adalah (kalau masih ada) menghentikan dan melarang pernyataan para pejabat pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat maupun agama yang simpang siur, meremehkan keadaan dan melemahkan kewaspadaan masyarakat serta tidak sejalan dengan agenda pemerinah untuk percepatan penanganan Covid-19.

Selain itu, juga melibatkan segenap komponen masyarakat, berdasar semangat kesetiakawanan dan gotong royong, mengerahkan tenaga dan sumberdaya; serta melibatkan masyarakat sipil secara nyata dan terstruktur dalam pengambilan keputusan serta pelaksanaan. Masyarakat perlu diberikan pemahaman yang sederhana tetapi jelas tentang dimensi krisis dan kebijakan dan keputusan politik pemerintah. ***
Sumber : https://triaskun.id/2020/04/30/covid-19-xenophobia-dan-rasisme/

6 Comments

semoga saja corona ini bisa berakhir, sudah lelah tetap dirumah saja berbulan bulan lamanya

Reply

JAGUARQQ SITUS DOMINO99 POKER ONLINE DAN BANDARQ ONLINE

* Dengan Minimal Deposit : Rp 15.000,-
* Bisa deposit via pulsa XL dan Telkomsel
* Minimal DP Via Pulsa 15.000 ( RATE : 0.84 / Potongan : 16% )

* Tersedia 9 Game Dalam 1 User ID
+ BANDARQ
+ ADUQ
+ SAKONG
+ DOMINO99
+ BANDAR66
+ POKER
+ BANDAR POKER
+ CAPSA SUSUN
+ PERANG BACCARAT

* Bonus Rollingan 0,5% Setiap minggu
* Bonus Referal 20% Seumur hidup

- Kontak Kami -
WA : +855964608606
TELEGRAM : +855964608606
LINE : csjaguarqq
Website : JaguarQQ
Klik Disini : BandarQ Online

Kunjungi Juga BlogSpot Kami :

JaguarQQ
Kemenangan JaguarQQ
Berita Gosip 
Cerita Seks
Sahabat Wisata

Reply

Mother sends PINGU to the baker’s to fetch the bread bu in the process he steals a cake. He attempts to conceal is from his mother but she spots it and he has to go back to the baker’s shop and apologise. As a punishment PINGU must clean the chimney, which he promptly falls down but gets a cake as a thank you anyway. However PINGU is not best pleased when he discovers that, whilst he has been washing off the chimney dirt, Pinga has eaten his reward.

Reply

A fragrant tea: Kashmiri Kahwa is a tea that is known for its rich aroma and fragrant scent. The tea is typically made with a blend of green tea leaves, cardamom, cinnamon, saffron, and other spices, which combine to create a delicious, heady aroma.
kashmiri kahwa recipe
kashmiri kahwa online
kashmiri kahwa benefits
kashmiri kahwa tea
kashmiri kahwa green tea

Reply

Admin tidak bertanggung jawab atas semua isi komentar ,Mohon dipahami semua isi komentar dengan bijak