27 Rajab Isra' Mi'raj.   angsung dari Masjidil Haram di Makkah 
ke Masjidil Aqsa  di Palestina, serta dari Masjidil Aqsa ke Sidratul 
Muntaha (akhir  penggapaian) di langit ketujuh.
 
 
Lalu
 apa pelajaran yang dapat  diambil dari perjalanan Isra' Mi’raj ini? 
Barangkali catatan ringan  berikut dapat memotivasi kita untuk lebih 
jauh dan sungguh-sungguh  menangkap pelajaran yang seharusnya kita 
tangkap dari perjalanan agung  tersebut.
Kita kenal, Isra’ Mi’raj terjadi sekitar setahun sebelum Hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah (Yatsrib ketika itu).
Peristiwa
  tersebut terjadi setahun sebelum hijrahnya Nabi SAW ke Madinah,  
bertepatan dengan tahun 721 Masehi. Peristiwa ini terjadi di  
tengah-tengah tekanan dan hinaan yang berat yang dialami oleh Rasulullah
  dan para sahabat dari kelompok musyrikin Makkah seperti Abu Jahal dan 
 Abu Lahab.
Ketika itu, Rasulullah 
SAW dalam situasi yang sangat  “sumpek”, seolah tiada celah harapan masa
 depan bagi agama ini. Selang  beberapa masa sebelumnya, isteri tercinta
 Khadijah r.a. dan paman yang  menjadi dinding kasat dari penjuangan 
meninggal dunia.
Sementara
  tekanan fisik maunpun psikologis kafir Qurays terhadap perjuangan  
semakin berat. Rasulullah seolah kehilangan pegangan, kehilangan arah,  
dan kini pandangan itu berkunang-kunang tiada jelas.
Dalam
 sitausi  seperti inilah, rupanya “rahmah” Allah meliputi segalanya, 
mengalahkan  dan menundukkan segala sesuatunya. “warahamatii wasi’at 
kulla syaei”,  demikian Allah deklarasikan dalam KitabNya. Beliau di 
suatu malam yang  merintih kepedihan, mengenang kegetiran dan kepahitan 
langkah  perjuangan, tiba-tiba diajak oleh Pemilik kesenangan dan 
kegetiran untuk  “berjalan-jalan” (saraa) menelusuri napak tilas 
“perjuangan” para  pejuang sebelumnya (para nabi). Bahkan dibawah serta 
melihat langsung  kebesaran singgasana Ilahiyah di “Sidartul Muntaha”.
Sungguh
  sebuah “penyejuk” yang menyiram keganasan kobaran api permusuhan kaum 
 kafir. Dan kinilah masanya bagi Rasulullah SAW untuk kembali  
“menenangkan” jiwa, mempermantap tekad menyingsingkan lengan baju untuk 
 melangkah menuju ke depan.
konsistensi memang harus menjadi karakter dasar bagi seorang pejuang di jalanNya.
“Wa laa taeasuu min rahmatillah” (jangan sekali-kali berputus asa dari rahmat Allah).
Isra
  Mi’raj adalah perjalanan cepat Nabi Muhammad pada malam hari atas  
takdir dan keinginan Allah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Baginda
  kemudian naik ke langit sampai Sidratul Muntaha. Bahkan ke Mustawa dan
  sampai di bawah Arasy Allah (suatu tempat di mana alam ini diatur)  
dengan menembus tujuh lapis langit, lalu kembali ke Makkah di malam yang
  sama. Kisah-kisah dalam peristiwa Isra dan Mi’raj mengandung sesuatu  
yang sangat menakjubkan, karena perjalanan tersebut tidak sama dengan  
yang ditempuh manusia biasa. Tapi ini perjalanan istimewa menggunakan  
kendaraan Allah yang kecepatannya tidak bisa ditandingi oleh apa saja  
yang diciptakan manusia.
”Maha
 suci Allah yang telah  memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari 
Masjidil-Haram ke  Masjidil Aqsa yang telah Kami berkati sekelilingnya 
(dengan  diturunkannya nabi-nabi di negeri itu dan kesuburan tanahnya), 
agar Kami  perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran 
Kami.  Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Surat al-Isra, ayat 1)
Disebutkan
  bahwa sebelum di bawa oleh Jibril, beliau dibaringkan lalu dibelah  
dadanya, kemudian hatinya dibersihkan dengan air zamzam. Apakah hati  
Rasulullah kotor? Pernahkan Rasulullah SAW berbuat dosa? Apakah  
Rasulullah punya penyakit “dendam”, dengki, iri hati, atau berbagai  
penyakit hati lainnya? Tidak…sungguh mati…tidak. Beliau hamba yang  
“ma’shuum” (terjaga dari berbuat dosa). Lalu apa signifikasi dari  
pensucian hatinya?
Rasulullah adalah
 sosok “uswah”, pribadi yang  hadir di tengah-tengah umat sebagai, tidak
 saja “muballigh” (penyampai),  melainkan sosok pribadi unggulan yang 
harus menjadi “percontohan” bagi  semua yang mengaku pengikutnya. “Laqad
 kaana lakum fi Rasulillahi uswah  hasanah”.
Memang
 betul, sebelum melakukan perjalanannya,  haruslah dibersihkan hatinya. 
Sungguh, kita semua sedang dalam  perjalanan. Perjalanan “suci” yang 
seharusnya dibangun dalam suasa  “kefitrahan”. Berjalan dariNya dan juga
 menuju kepadaNya. Dalam  perjalanan ini, diperlukan lentera, cahaya, 
atau petunjuk agar selamat  menempuhnya. Dan hati yang intinya sebagai 
“nurani”, itulah lentera  perjalanan hidup.
Dalam
 peristiwa itu Rasulullah SAW diperlihatkan  tentang kekuasaan Allah 
serta balasan yang akan diterima oleh umatnya  di akhirat nanti.
Firman Allah SWT: 
”Dan
 Nabi Muhammad  SAW telah melihat (Jibril dalam bentuk rupanya yang 
asli) di waktu yang  lain yaitu di Sidratul Muntaha. Di dalamnya ada 
surga yang merupakan  tempat tinggal ketika Sidratul Muntaha diliputi 
oleh sesuatu yang  meliputinya. Penglihatan (Nabi Muhammad SAW) tidak 
berkisar pada  menyaksikan dengan jelas (tentang pemandangan yang indah 
seperti yang  diizinkan untuk melihatnya), dan tidak pula melampaui 
batas. Dan Baginda  telah melihat sebagian dari tanda-tanda kebesaran 
Allah.” 
(Surat an-Najm, ayat 13-18)
Dalam perjalanan tersebut Rasulullah SAW Melihat Wanita Beriman dan Tidak Beriman.
Wanita beriman
Dalam
  perjalanan tersebut Rasulullah SAW melewati satu daerah yang menebar  
bau yang sangat harum seperti bau kasturi. Lalu Baginda bertanya kepada 
 Jibril, daerah apakah yang sedang mereka lewati.
Jibril menjawab: ”Itulah makam Masyitah, seorang wanita penghulu syurga.”
 Dia  adalah pengasuh anak Firaun, pemerintah yang kejam di Mesir yang  
mengaku dirinya Tuhan. Masyitah memiliki fisik yang lemah, tapi memiliki
  semangat dan jiwa keislaman yang kuat hingga mampu menepikan 
keangkuhan  Firaun.
Masyitah
 adalah pelayan raja. Dia adalah seorang  rakyat yang masih sadar dan 
beriman kepada Allah. Tetapi karena  kekejaman Firaun, dia dan yang 
lainnya terpaksa menyembunyikan keimanan  mereka. Pada suatu hari, 
ketika Masyitah menyisir rambut putri Firaun,  tiba-tiba sikat itu 
terjatuh. Dengan tidak sengaja, dia menyebut nama  Allah. Ketika sang 
putri mendengarnya, bertanya kepada Masyitah,  siapakah Allah itu. 
Masyitah pada awalnya enggan menjawab, tetapi  setelah didesak 
berkali-kali, dia akhirnya memberitahukan bahwa Allah  adalah Tuhan Yang
 Esa dan Tuhan Sekalian Alam.
Putri
 itu  mengadu hingga menyebabkan Firaun sangat marah mengetahui Masyitah
  menyembah tuhan selain dirinya. Masyitah dipaksa Firaun agar mengakui 
 dirinya (Firaun) sebagai Tuhan, tetapi dengan penuh keberanian dia  
berkata: “Tuhan aku dan Tuhan kamu adalah Allah.” Kata-kata tersebut  
menimbulkan kemarahan Firaun. Lalu dia memerintahkan menterinya, Hammam,
  agar membuat patung sapi dari tembaga dan diisi minyak untuk merebus  
Masyitah dan keluarganya.
Ketika
 tiba giliran bayinya yang  akan dimasukkan ke dalam patung sapi, 
Masyitah hampir mengaku kalah dan  menyerah kepada keinginan Firaun 
karena sangat sayang kepada anaknya.  Tetapi dengan kehendak Allah, 
terjadi kejadian yang luar biasa. Secara  tiba-tiba bayi tersebut dengan
 fasih berkata: “Wahai ibuku! Teruskanlah  dan jangan menyerah kalah, 
sesungguhnya engkau di jalan yang benar.”
Masyitah
  dan keluarganya mempertahankan keimanan mereka dengan mengatakan 
”Allah  Tuhan Yang Esa dan Firaun hanya manusia biasa”. Lalu semuanya 
syahid  dibunuh oleh Firaun. Keberanian seorang wanita memperjuangkan 
kebenaran  dan keimanan ini diperingati setiap tahun oleh seluruh 
manusia melalui  peristiwa Isra dan Mi’raj. Semua anggota keluarga 
Masyitah mendapat  balasan syahid dari Allah karena mempertahankan 
akidah hingga mati.
Wanita durhaka
Dalam
  perjalanan tersebut, Baginda juga diperlihatkan tentang 10 jenis  
siksaan yang menimpa wanita hingga Rasulullah SAW menangis setiap  
mengenangnya.
1. tentang perempuan 
yang digantung dengan rambut  dan otak di kepalanya mendidih. Mereka 
adalah perempuan yang tidak mau  melindungi rambutnya dari pandangan 
lelaki lain.
2.
  perempuan yang digantung dengan lidah, tangannya dikeluarkan dari  
punggung, dan minyak panas dituangkan ke dalam kerongkongnya. Mereka  
adalah perempuan yang suka menyakiti hati suami dengan perkataan.
3.
  perempuan digantung buah dadanya dari arah punggung dan air pohon 
zakum  dituangkan ke dalam kerongkongnya. Mereka adalah perempuan yang  
menyusui anak orang lain tanpa izin dari suaminya.
4.
  perempuan yang diikat kedua kakinya serta kedua tangannya sampai ke  
ubun-ubun, dililit oleh beberapa ekor ular, dan kalajengking. Mereka  
adalah perempuan yang mampu shalat dan berpuasa tetapi tidak mau  
mengerjakannya, tidak wudhu dan tidak mau mandi junub. Mereka sering  
keluar rumah tanpa izin suaminya dan tidak mandi bersuci setelah haid  
dan nifas.
5.
 perempuan yang makan daging tubuhnya sendiri  sedangkan di bawahnya ada
 api yang menyala. Mereka adalah perempuan  yang berhias agar dilihat 
oleh lelaki lain dan suka menceritakan  keburukan orang lain.
6.
 Baginda juga melihat perempuan  yang memotong badannya sendiri dengan 
gunting dari neraka. Mereka adalah  perempuan yang suka membanggakan 
diri sendiri agar orang melihat  perhiasannya.
7.
 Siksaan lain yang dilihat oleh Baginda  adalah perempuan yang kepalanya
 seperti kepala babi dan badannya seperti  keledai. Mereka adalah 
perempuan yang suka mengadu domba dan sangat  suka berdusta.
8.
 Ada juga perempuan yang Baginda lihat,  wajahnya berbentuk anjing dan 
beberapa ekor ular serta kala jengking  masuk ke dalam mulutnya lalu 
keluar melalui duburnya. Mereka adalah  perempuan yang suka marah kepada
 suaminya dan memfitnah orang lain.
9. Adapun wanita yg berbentuk spt anjing krn dia ahli fitnah serta suka marah-marah pada suaminya.
10.
 Wanita  yg tuli, buta & bisu dlm peti neraka sedang darahnya 
mengalir dari  rongga badannya (hidung,telinga,mulut) &  badannya 
membusuk  akibat penyakit kulit dan lepra.
Tidak seorang wanita yg menyakiti hati suaminya melalui kata2nya kecuali Allah akan  membuatnya mulutnya kelak dihari
kiamat,selebar 70 zira' kemudian akan mengikatnya dibelakang lehernya.
Puncak
  tertinggi  dari perjalanan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW  adalah 
menghadap pada wajah Allah Rabbun Jali, adalah perjalanan  misterius dan
 monumental yang sangat tinggi nilainya menghadap  (audience) langsung 
kepada 
Allah SWT Yang Maha Kuasa Tinggi lagi Maha Agung. 
Dalam
  dialog suci antara Rasulullah SAW sendiri bersama Allah SWT,  beliau 
menerima perintah shalat lima waktu dalam sehari semalam.beliau  melihat
 Zat-Nya yg Maha Luhur sebagai penghormatan yg terakhir baginya  NABI 
diterima, dan kemudian di beri "AMANAH" untuk segala mahluk, yaitu  
mengerjakan "SHALAT LIMA WAKTU DALAM SEHARI SEMALAM" yg mana tadinya  
telah ditetapkan yaitu "LIMA PULUH KALI DALAM SEHARI SEMALAM" .
Perintah
  shalat ini, berbeda dengan perintah ibadah-ibadah yang lain, karena  
shalat diterima oleh beliau secara langsung dari Allah SWT dalam suasana
  suci, sakral dan sangat agung. 
Perjalanan
 singkat yang  penuh hikmah tersebut segera berakhir, dan dengan segera 
pula beliau  kembali menuju alam kekiniannya. Rasulullah sungguh sadar 
bahwa  betapapun ni’matnya berhadapan langsung dengan Yang Maha Kuasa di
 suatu  tempat yang agung nan suci, betapa ni’mat menyaksikan dan 
mengelilingi  syurga, tapi kenyataannya beliau memiliki tanggung jawab 
duniawi. Untuk  itu, semua kesenangan dan keni’matan yang dirasakan 
malam itu, harus  ditinggalkan untuk kembali ke dunia beliau melanjutkan
 amanah perjuangan  yang masih harus diembannya.
Shalat
 adalah bentuk  peribadatan tertinggi seorang Muslim, sekaligus 
merupakan simbol  ketaatan totalitas kepada Yang Maha Pencipta. Pada 
shalatlah terkumpul  berbagai hikmah dan makna. Shalat menjadi simbol 
ketaatan total dan  kebaikan universal yang seorang Muslim senantiasa 
menjadi tujuan  hidupnya.
Maka
 ketika Rasulullah memimpin shalat  berjama’ah, dan tidak 
tanggung-tanggung ma’mumnya adalah para anbiyaa  (nabi-nabi), maka 
sungguh itu adalah suatu pengakuan kepemimpinan dari  seluruh kaum yang 
ada. Memang jauh sebelumnya, Musa yang menjadi  pemimpin sebuah umat 
besar pada masanya. Bahkan Ibrahim, Eyangnya banyak  nabi dan Rasul, 
menerima menjadi Ma’mum Rasulullah SAW.
Inilah
  sikap seorang Muslim. Kita dituntut untuk membawa bekal shalat yang  
kokoh. Shalat berintikan “dzikir”, dan karenanya dengan bekal dzikir  
inilah kita melanjutkan ayunan langkah kaki menelusuri lorong-lorong  
kehidupan menuju kepada ridhaNya. “Wadzkurullaha katsiira” (dan ingatlah
  kepada Allah banyak-banyak),
pesan
 Allah kepada kita di saat kita  bertebaran mencari “fadhalNya” 
dipermukaan bumi ini. Persis seperti  Rasulullah SAW membawa bekal 
shalat 5 waktu berjalan kembali menuju bumi  setelah melakukan 
serangkaian perjalanan suci ke atas (Mi’raj).
Semoga
  hal ini dapat menjadi pijakan kita untuk melangkah ke depan yang penuh
  makna dalam menjalani sisa-sisa hidup kita yang semakin hari tanpa  
disadari jatah usia kita semakin berkurang.
SUBHANALLAHI, WALHAMDULILLAHI, WA LAA ILAHA ILLALLAHU, WALLAHU AKBAR, WALAA HAULA WALAA QUWWATA ILLA BILLAHI
“Maha
  Suci Allah, Segala puji milik Allah, tiada Ilah (yang haq) kecuali  
Allah, Allah Maha Besar, Tiada daya dan kekuatan kecuali karena  
pertolongan Allah.”
ROBBIGHFIRLII WALIWAALIDAYYA WARHAMHUMAA KAMAA ROBBAYAANII SHOGHIIROO
“ Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan dosa ayah ibuku, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku sewaktu aku masih kecil ”
Walhamdulillahi robbil allamin..
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sumber ; http://www.dinhikmah.com/ 







Admin tidak bertanggung jawab atas semua isi komentar ,Mohon dipahami semua isi komentar dengan bijak