Ancaman Di Balik Jabatan. Ketika masih duduk di bangku sekolah dasar, saya pernah mendengar cerita tentang Bupati Bandung baheula, RAA
Wiranatakusumah yang bertukar tempat tidur dengan seorang pembantu
rumah tangganya. Alkisah, sang bupati sering mendengar keluhan si
pembantu setianya. Katanya betapa enaknya jadi menak, alangkah
senangnya jadi juragan seperti bupati. Sementara dirinya tidur
beralaskan sehelai tikar, sang bupati bisa tidur nyenyak di atas kasur
yang empuk.
“Ya, sudah begini saja,” kata Bupati,
“Nanti malam kamu boleh tidur di tempat tidur yang biasa saya gunakan,
sementara saya akan tidur di atas tikarmu itu.”
Tentu saja sang pembantu kaget luar
biasa. Gerutuan yang disampaikannya pelan itu, rupanya singgah juga di
telinga juragannya. Dengan suara bergetar dan perasaan yang tidak
karuan, sang pembantu berkali-kali menyampaikan permohonan maafnya. Dia
mohon ampun atas kesalahannya dan bersedia menjalani hukuman dalam
bentuk apa pun.
Bupati hanya tersenyum dikulum saja saat
mengamati wajah pembantunya yang pucat pasi iu. Dia bersikukuh pada
ajakannya untuk bertukar tempat tidur dengan pembantunya itu.
Malam pun tiba dan kesepakatan siang
tadi pun dijalani oleh keduanya. Sang pembantu tidur di atas tempat
tidur yang empuk, sementara Bupati merebahkan badannya di atas sehelai
tikar yang butut.
Bisa dibayangkan bagaimana gelisahnya sang pembantu. Semalam suntuk dia tidak bisa memejamkan matanya.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali
Bupati terjaga dari tidurnya karena mendengar terikan keras si pembantu.
Dengan wajah penuh ketakutan pembantu itu berlari keluar dari kamar
Bupati.
Setelah agak tenang, Bupati pun bertanya kepadanya.
“Ada apa gerangan, wahai pembantu setiaku, kok berteriak-teriak seperti sedang kesurupan?”
“Eu, anu Juragan. Di atas tempat tidur
Juragan ada sebilah keris yang bergantung pada seutas rambut…. Mungkin
saat ini keris itu sudah jatuh dan ujungnya sudah menancap di kasur.
Kalau saya tidak cepat-cepat bangun, mungkin saya sudah mati,” teriak si
pembantu dengan wajah dihantui ketakutan.
Dengan senyum penuh arti, sambil
menepuk-nepuk pundak pembantu setianya, Bupati RAA Wiranatakusumah pun
menyampaikan bahwa begitulah nasib seseorang. Makin tinggi kedudukan dan
kian melambung jabatannya maka ancamannya pun makin banyak. Kalau tidak
pandai-pandai membawa diri dan tak bisa menjaga amanah dengan baik,
bisa saja dijerumuskan oleh jabatannya tersebut. Ibarat sedang tidur di
tempat yang empuk namun dihadapkan pada ancaman keris di atas yang
sewaktu-wakti bisa menghujam perut.
“Bagaimana, bisakah kamu mengerti
sekarang makna dari pengalamanmu semalam?” tanya Bupati yang rupanya
dengan diam-diam telah mengikat keris itu dengan seutas rambut.
Si pembantu pun kemudian manggut-manggut sambil berucap istighfar berkali-kali.
Ya, demikian cerita ini saya akhiri.
Semoga hingga hari ini saya masih bisa menarik hikmahnya. Semoga Anda
yang saat ini sedang menjabat ataupun sedang mempersiapkan diri maju
pada ajang pemilu legislatif maupun pemilikada juga bisa membacanya.
Artikel ini ditulis oleh guest blogger Yayan Sugiana, seorang TNI-AL yang merangkap pekerjaan sebagai blogger. Yayan adalah alumni AstaMedia Blogging School di Makassar. Beliau kini mengelola blog populer Tips Mencari Jodoh. Anda bisa menghubungi Yayan Sugiana di sini.
Admin tidak bertanggung jawab atas semua isi komentar ,Mohon dipahami semua isi komentar dengan bijak