RENUNGAN JUMAT : Hak Sosial Seorang Muslim.
Rasulullah
saw menggambarkan hubungan sosial orang-orang beriman bagaikan sebuah
bangunan yang saling menguatkan. (Muttafaq alaih).
Dalam
kesempatan lain Rasulullah menggambarkan kasih sayang, dan tenggang
rasa sesama mu’min bagaikan satu tubuh, yang jika ada salah satu bagian
yang sakit maka sekujur tubuh akan ikut bersimpati dengan panas dan
berjaga (Muttafaq alaih).
Demikianlah Islam
membangun sebuah masyarakat. Mereka tidak diikat dengan kebangsaan dan
hubungan darah tetapi mereka diikat dengan aqidah. Berdasar aqidah yang
bersih itulah Islam membentuk pola hubungan kemasyarakatan yang
memancarkan nilai-nilai kemanusiaan, kasih sayang, dan tenggang rasa.
Nilai-nilai
itu tidak dibiarkan tumbuh dalam improvisasi personal masing-masing
individu anggota masyarakat, akan tetapi Islam meletakkan batas pijakan
hak dan kewajiban antar individu dalam masyarakat itu. Sehingga tidak
akan terjadi tuntutan hak yang berlebihan dari satu pihak dan
pengurangan hak di pihak lain. Rasulullah saw bersabda:
“Hak
muslim atas muslim lainnya ada lima, yaitu: menjawab salam, membesuk di
waktu sakit, mengantarkan jenazahnya, memenuhi undangannya, dan
mendoakannya jika bersin (jika ia membaca alhamdulillah). Muttafa alaih.
Dalm riwayat lain Iman Muslim dari Abu Hurairah: Hak muslim itu ada
enam, yaitu: Jika bertemu berikan salam kepadanya, jika mengundang maka
penuhilah, jika meminta nasehat maka nasehatilah, jika bersin dan memuji
Allah maka doakanlah, jika sakit besoklah, dan jika mati antarkan
jenazahnya”.
1. Mengucapkan Salam
Salam
yang berarti damai adalah cermin kepribadian orang beriman. Ia
mengenali dan memperkenalkan dirinya kepada saudaranya seiman.
Perkenalan adalah qadliyah basyariyah (masalah kemanusiaan) sebelum
qadliyah imaniyah (masalah keimanan).
Firman Allah: “Hai
manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa
di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
(QS. 49:13)
Aktualisasi diri pengenalan seseorang
terhadap sesamanya dapat terjadi dalam bermacam-macam, bahasa, bentuk
dan warna. Dan dengan berbagai macam perbedaan itu gaya itu membuat
komunikasi antar bangsa yang berbeda bahasa, suku, dan adat kebiasaan
menjadi tersumbat.
Islam membuka sumbatan itu
dengan mengajarkan kalimat pembuka yang akan menyambung komunikasi
antara sesama manusia, dengan pendekatan ruhiyah. Dengan salam itulah
jalinan rasa antara sesama mu�min terbina. Komunikasi imaniyah adalah
komunikasi ruhiyah. Di situlah salam memerankan diri sebagai penyambung
hati antara orang-orang beriman.
Sabda Nabi: “…Dan
kamu ucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang belum kamu
kenal”. (Muttafaq alaih). Salam yang diberikan seorang mukmin kepada
saudaranya seiman adalah salam yang datangnya dari Allah swt.
Firman
Allah: “…Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah
(ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti
memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi
Allah, yang diberi berkat lagi baik…” QS. 24:61
Dalam
semangat salam itulah Islam menyusun barisan umat ini untuk menegakkan
sebuah peradaban mulia. Masyarakat yang merekatkan diri pada jalinan
nilai yang memadukan hati, bukan hanya kedekatan fisik semata.
Rekatan
imaniyah dalam bangunan sosial inilah yang akan menjauhkan masyarakat
itu dari faktor-faktor yang dapat menimbulkan perpecahan, perselisihan,
kelemahan, yang menjadi penyebab kegagalan dan kekalahan.
Firman
Allah: “Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang
kekuatanmu dan bersabarlah sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar”. QS. 8:46
Dengan kesatuan dan kebersamaan
umat ini akan dapat dengan mudah merealisasikan tujuan-tujuan mulianya.
Oleh karen itu awal pertemuan seorang mukmin dengan sesama mukmin dibuka
dengan ucapan salam. Rasulullah saw menjadikan salam ini sebagai salah
satu ciri orang beriman, dan sekaligur kunci masuk surga.
“Demi
Dzat yang diriku dalam genggaman-Nya, mereka tidak akan masuk surga
sehingga mereka beriman, dan mereka tidak beriman sehingga mereka saling
mencintai. Maukah kamu aku tunjukkan sesuatu yang jika kamu
mengerjakan-nya kamu saling mencitai? Sebarkan salam di kalanganmu”. HR.
Muslim
Kalimat salam ini lebih menegaskan
bahwa agama mereka adalah agama damai dan aman, serta mereka adalah
penganut salam (perdamaian) dan pecinta damai.
Salam
adalah alat penghormatan internal antara kaum muslimin, termasuk kepada
anak-anak yang masih kecil. Anas ra bertemu dengan anak-anak kecil,
lalu memberikan salam kepada mereka, dan berkata: Bahwasannya Rasulullah
melakukannya (Muttafaq alaih). Kepada orang yang tidak seiman tidak
diperbolehkan memberi salam Sabda Nabi :
“Janganlah
kamu memulai memberi salam kepada orang Yahudi dan Nasrani. Lalu jika
kamu berpapasan dengan salah satunya di jalan, maka pepetlah ia samap ke
jalan yang paling sempit”.
Rasulullah
telah mengajarakan cara memberi salam sesama muslim: “Hendaklah orang
yang berkendaraan mengucapkan salam kepada orang yang berjalan kaki,
orang yang berjalan kaki kepada yang duduk, dan orang yang sediki kepada
orang yang banyak”. (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Dalam
riwayat Al Bukhari yang lain : “Orang yang lebih muda mengucapkan salam
kepada yang lebih tua”. Dalam kesempatan lain Rasulullah memotivasi
kaum muslimin untuk memulai memberi salam, dengan bersabda: “Orang yang
paling mulia di sisi Allah, adalah yang memulai memberi salam”. (HR. Abu
Dawud)
Dan seseorang tidak layak memulai
pembicaraan kepada sesamanya sebelum ia memberi salam kepadanya. Karena
salam adalah ungkapan rasa aman dan orang yang belum merasa aman akan
sulit diajak berkomunikasi. Rasulullah bersabda:
“Barang siapa mulai berbicara sebelum salam maka jangan dijawab, sehingga ia memberi salam”. HR Ath Thabrani, dan Abu Nu’aim”. Ada
hal lain yang sering dikaitkan dengan salam adalah bersalaman, dalam
bahasa Arab disebut Mushafahah (berjabat tangan). Berjabatan tangan
lebih menunjukkan kedekatan, dan kemesraan hubungan. Rasulullah saw
bersabda:
“Jika
dua orang mukmin lalu keduanya berjabatan tangan maka Allah berikan
kepadanya tujuh puluh ampunan, enam puluh sembilan untuk orang yang
paling baik kegembiraannya”. HR Hakim. –bersambung pekan esok–
*) Penulis Soedarman, MA adalah Ketua Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Kota Padang
Admin tidak bertanggung jawab atas semua isi komentar ,Mohon dipahami semua isi komentar dengan bijak