Cara Mengatasi Nafsu Syahwat | Tergoda Syahwat, Kuncinya Takut kepada Allah
Dorongan seksual. Soal yang satu ini sering membuat heboh. Al-Ghazali menyebutnya nafsu syahwat. Tentangnya, Islam memberi perhatian yang sangat serius, karena hal itu merupakan persoalan yang universal. Siapapun jika sudah sampai waktunya pasti akan menghadapinya.
Para filsuf, saintis, budayawan, sastrawan, dan seniman tidak ada yang lupa membahas tema di seputar masalah cinta, asmara, dan gejolak jiwa. Masing-masing menyorot dari disiplin ilmunya. Para filsuf menyorot mengupas dari asal-muasalnya, sejarah, dan tinjauan filsafat lainnya. Para saintis bicara soal cinta dari aspek biologis, psikologis, dan sosiologis. Para budayawan mengaitkan masalah cinta dengan budaya bangsa, hubungan kemanusiaan, dan pembangunan peradaban manusia.
Para sastrawan lebih genit lagi. Mereka bisa mengeksplotasinya menjadi jualan yang laris manis, bak kacang goreng. Lebih-lebih para seniman. Apalagi bagi mereka yang berprinsip seni untuk seni, semua sisi dari kehidupan cinta merupakan puncak seni yang paling eksotis dan indah.
Al-Qur'an ternyata tak lupa bicara soal ini, bahkan menyebut berulang kali dalam kisah-kisah yang indah. Roman cinta antara Yusuf dengan Zulaikha disebut hampir detail, walaupun dengan bahasa yang halus, tanpa membangkitkan asmara. Begitu juga kisah Sulaiman yang berhasil meruntuhkan hati ratu Balqis. Al-Qur'an juga mengisahkan perjalanan Musa hingga bertemu dengan dua puteri Nabi Syu'aib, yang kemudian menjadi istrinya. Ketiga kisah di atas dikemas dalam bahasa yang indah, halus, penuh makna, tanpa menimbulkan sedikitpun nafsu rendah.
Dalam kisah Yusuf dikesankan bahwa Zulaikha lebih aktif, bahkan agresif. Wanita itulah yang berinisiatif memulai, sedangkan Yusuf bertahan dengan imannya. Sebaliknya pada kisah Sulaiman, justru lelaki ini yang menjebak ratu Balqis dengan lantai mengkilapnya sampai-sampai ratu itu menarik kain panjangnya hingga tersingkap kakinya.
Ternyata urusan nafsu syahwat ini tidak pandang lelaki atau wanita. Kedua-duanya mempunyai dorongan yang sama. Bedanya terletak pada kemampuan untuk mengendalikan. Ada kalanya lelaki tidak kuat menahan gejolak nafsu seksualnya, kadang pula si wanita yang tak mampu menahannya. Memperhatikan gejala di atas, maka Islam memberi perhatian yang sama terhadap kedua jenis kelamin ini. Perintah Islam untuk menahan diri dari nafsu syahwat berlaku sama, baik untuk lelaki maupun wanita.
Ketika Islam mewajibkan lelaki untuk menundukkan pandangan, maka wanita diwajibkan untuk menutup seluruh auratnya. Lelaki tidak aktif melihat, sementara wanita tidak sengaja memamerkannya. Suatu kerjasama yang indah.
Akan tetapi kerjasama itu sering kali dirusak oleh para seniman. Atas nama seni mereka mencoba untuk membangkitkan syahwat melalui lagu-lagu bersyair cinta, novel picisan, gambar-gambar porno, film dan sinetron, serta tontonan lainnya. Apalagi di saat sekarang, ketika TV dapat menembus tembok rumah dan dinding-dinding kamar tanpa permisi. Terlebih lagi nanti, ketika semua rumah memasang antena parabola dan tersambung saluran internet.
Bagi kawula muda, soal menahan nafsu syahwat bukan pekerjaan mudah. Terlalu banyak godaan berseliweran di depan mata. Seakan hanya ada dua pilihan bagi para pemuda kita, yaitu menggoda atau digoda.
Menghadapi kenyataan ini, tiada alternatif lain bagi para pemuda kecuali mempertebal iman dan menyibukkan diri dalam perjuangan menegakkan Islam. Kesibukan di luar itu, baik dalam organisasi sekolah atau luar sekolah justru sering mengundang masalah. Organisasi sering menjadi sarana melampiaskan hasrat-hasrat seksual, sekecil apapun bentuknya.
Apakah lagi yang akan bisa membentengi seorang pemuda ketika berada di rumah kekasihnya, sedang ayah dan ibunya tiada di rumah? Apa yang membentengi pemuda tersebut ketika sang kekasih menjatuhkan diri di pangkuannya dan berserah diri kepadanya? Jika bukan iman, benteng setebal apapun akan runtuh.
Jika hanya ketakutan kepada orang tua, bukankah orang tua tidak ada di rumah? Jika takut hamil, bukankah telah banyak beredar alat kontrasepsi? Jika sekadar takut selain kepada Allah, semua bisa disiasati. Apalagi syetan sangat senang menemani orang yang kasmaran seperti ini. Syetan dengan akal bulusnya akan mencarikan berbagai jalan untuk melancarkan jalan. Ada seribu satu jalan untuk melakukan hal itu. Apalagi di zaman sekarang.
Di sini baru dirasakan mahalnya iman. Di saat syetan mengepung, ketika nafsu dalam diri bergejolak, hasrat meronta-ronta, di saat itulah harga seseorang ditentukan. Jika bertahan, berarti imannya masih tersisa. Jika tak tahan, harganya sangat murah. Nilainya rendah atau tak bernilai apa-apa.
Dalam sebuah riwayat Abdullah bin Umar, Rasulullah menceritakan sebuah kisah yang terjadi pada masa sebelumnya. Kisah itu sangat erat kaitannya dengan masalah yang sedang dibahas, yaitu tentang tiga pemuda yang terjebak dalam gua, sementara batu gunung longsor persis mengenai mulut gua. Ketiga orang itu telah berusaha keras menggesernya, tapi sia-sia. Batu penutup itu tak bergeser sedikitpun juga. Hampir-hampir saja ketiga orang itu berputus asa, sampai akhirnya ada yang berkata, "Kita tidak mungkin dapat selamat dari batu ini kecuali jika berdoa kepada Allah dengan wasilah (perantara) kebaikan kita."
Satu persatu mereka berdoa dengan menyebut kebaikan yang pernah ia lakukan sebelumnya. Setiap kali seusai salah seorang di antaranya berdoa, mereka berusaha menggeser batu itu dan berhasil menggesernya sedikit. Sampai ketiganya menyelesaikan doanya, dan batu itu bergeser sehingga mereka dapat lolos dari gua.
Di antara ketiga orang di atas, ada seorang pemuda yang dalam munajatnya ia berkata, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah mengetahui bahwa aku memiliki saudara sepupu perempuan yang sangat aku cintai di antara manusia. Aku merayunya untuk menyerahkan dirinya kepadaku, tetapi ia menolakku sehingga aku menanggung beban kerinduan kepadanya setahun lamanya. Lalu, datanglah dia padaku dan aku memberinya seratus dua puluh dinar agar mau berduaan denganku. Ia menerima itu, tetapi ketika aku menguasainya ia berkata, 'Takutlah engkau kepada Allah dan janganlah engkau melanggar cincin perawan itu kecuali dengan haknya.' Maka, aku merasa berdosa telah memperdayakannya, lalu aku pergi meninggalkannya. Padahal dialah wanita yang paling aku cintai, dan aku membiarkan uang emas yang aku berikan kepadanya. Ya Allah, jika aku melakukan itu karena ingin mencari keridhaan-Mu, maka hilangkanlah dari kami apa yang sedang kami hadapi ini."
Ketulusan hati dan kata-kata pemuda itu telah menggetarkan langit, hingga bergeserlah batu yang menutup pintu gua. Sampai orang yang ketiga berdoa, dan bergeserlah batu yang menutup pintu gua itu sehingga cukup bagi mereka untuk keluar dengan selamat.
Kisah-kisah seperti ini hendaknya menjadi teladan, utamanya bagi para pemuda. Jika bisa menahan diri pada saat-saat genting seperti itu, Allah akan memberi balasan yang luar biasa besarnya. Jika minta pertolongan, Allah akan menolong. Di saat-saat genting, bahkan kebaikan bisa menjadi wasilah atas pertolongan-Nya.
Berikut ini kisah menarik dari para salafush-shaleh. Abu Bakar bin Abdullah al-Muzni menceritakan, bahwa ada seorang penjual daging yang tertarik pada seorang anak wanita tetangganya. Pada suatu hari anak wanita itu diperintahkan oleh keluarganya pergi ke desa lain untuk suatu keperluan. Maka penjual daging itu membuntutinya dan merayu wanita itu agar ia mau menyerahkan dirinya.
Anak wanita itu berkata, "Jangan engkau lakukan hal itu, karena sesungguhnya aku lebih mencintaimu daripada engkau mencintai aku. Akan tetapi aku takut kepada Allah."
Penjual daging itupun sadar dan berkata, "Engkau takut kepada-Nya, mengapa aku tidak takut?"
Kata-kata wanita itu mengenai jantungnya, sehingga penjual daging itu mengurungkan niat jahatnya. Iapun pulang dan merenungkan kejadiannya. Sepanjang perjalanan ia bertobat kepada Allah.
Di tengah perjalanan pulang ia merasa kehausan. Tiba-tiba ia bertemu dengan seorang utusan Bani Israel yang bertanya kepadanya, "Mengapa engkau?" Ia menjawab sedang kehausan. Kemudian utusan itu berkata, "Kemarilah, kita berdoa kepada Allah agar kita dinaungi awan hingga memasuki pedesaan." Akan tetapi penjual daging itu berkata, "Tiada amal shalehku yang dapat aku gunakan untuk berdoa." Utusan Bani Israel menjawab, "Akulah yang akan berdoa dan tugasmu meng-amin-kan saja."
Setelah mereka berdoa, tiba-tiba datanglah awan menaungi mereka hingga mereka sampai di desa. Penjual daging menuju ke tempat tinggalnya, tetapi awan itu membelok bersamanya, kemudian utusan itu berkata, "Aku kira engkau tidak memiliki amal shaleh, maka akulah yang berdoa dan engkau mengaminkan. Ternyata awan itu mengikutimu. Ceritakanlah kepadaku tentang pengalamanmu." Si penjual daging itupun menceritakan peristiwa yang baru dialaminya. Lalu utusan Bani Israel menimpali, "Sesungguhnya orang yang bertobat di sisi Allah berada dalam kedudukan yang tidak ada seorangpun di antara manusia berada dalam kedudukannya itu."
Kedua kisah di atas cukup menjadi bekal bagi kita, utamanya generasi muda agar tidak terjerumus dalam lembah hitam yang sangat mengerikan. Jauhilah pandangan mata, sebab tindakan itulah yang paling utama dalam penjagaan diri.
Bila kita sudah berada di dalam siatuasi yang sangat gawat, ingatlah bahwa Allah bersama kita, melihat dan mengawasi kita. Takutlah kepada-Nya, dan segeralah bertobat, jangan sampai melakukan perbuatan yang terkutuk dan tercela. Tobat kita akan menjadi penolong, baik semasa hidup di dunia maupun kelak di akhirat.
Dorongan seksual. Soal yang satu ini sering membuat heboh. Al-Ghazali menyebutnya nafsu syahwat. Tentangnya, Islam memberi perhatian yang sangat serius, karena hal itu merupakan persoalan yang universal. Siapapun jika sudah sampai waktunya pasti akan menghadapinya.
Para filsuf, saintis, budayawan, sastrawan, dan seniman tidak ada yang lupa membahas tema di seputar masalah cinta, asmara, dan gejolak jiwa. Masing-masing menyorot dari disiplin ilmunya. Para filsuf menyorot mengupas dari asal-muasalnya, sejarah, dan tinjauan filsafat lainnya. Para saintis bicara soal cinta dari aspek biologis, psikologis, dan sosiologis. Para budayawan mengaitkan masalah cinta dengan budaya bangsa, hubungan kemanusiaan, dan pembangunan peradaban manusia.
Para sastrawan lebih genit lagi. Mereka bisa mengeksplotasinya menjadi jualan yang laris manis, bak kacang goreng. Lebih-lebih para seniman. Apalagi bagi mereka yang berprinsip seni untuk seni, semua sisi dari kehidupan cinta merupakan puncak seni yang paling eksotis dan indah.
Al-Qur'an ternyata tak lupa bicara soal ini, bahkan menyebut berulang kali dalam kisah-kisah yang indah. Roman cinta antara Yusuf dengan Zulaikha disebut hampir detail, walaupun dengan bahasa yang halus, tanpa membangkitkan asmara. Begitu juga kisah Sulaiman yang berhasil meruntuhkan hati ratu Balqis. Al-Qur'an juga mengisahkan perjalanan Musa hingga bertemu dengan dua puteri Nabi Syu'aib, yang kemudian menjadi istrinya. Ketiga kisah di atas dikemas dalam bahasa yang indah, halus, penuh makna, tanpa menimbulkan sedikitpun nafsu rendah.
Dalam kisah Yusuf dikesankan bahwa Zulaikha lebih aktif, bahkan agresif. Wanita itulah yang berinisiatif memulai, sedangkan Yusuf bertahan dengan imannya. Sebaliknya pada kisah Sulaiman, justru lelaki ini yang menjebak ratu Balqis dengan lantai mengkilapnya sampai-sampai ratu itu menarik kain panjangnya hingga tersingkap kakinya.
Ternyata urusan nafsu syahwat ini tidak pandang lelaki atau wanita. Kedua-duanya mempunyai dorongan yang sama. Bedanya terletak pada kemampuan untuk mengendalikan. Ada kalanya lelaki tidak kuat menahan gejolak nafsu seksualnya, kadang pula si wanita yang tak mampu menahannya. Memperhatikan gejala di atas, maka Islam memberi perhatian yang sama terhadap kedua jenis kelamin ini. Perintah Islam untuk menahan diri dari nafsu syahwat berlaku sama, baik untuk lelaki maupun wanita.
Ketika Islam mewajibkan lelaki untuk menundukkan pandangan, maka wanita diwajibkan untuk menutup seluruh auratnya. Lelaki tidak aktif melihat, sementara wanita tidak sengaja memamerkannya. Suatu kerjasama yang indah.
Akan tetapi kerjasama itu sering kali dirusak oleh para seniman. Atas nama seni mereka mencoba untuk membangkitkan syahwat melalui lagu-lagu bersyair cinta, novel picisan, gambar-gambar porno, film dan sinetron, serta tontonan lainnya. Apalagi di saat sekarang, ketika TV dapat menembus tembok rumah dan dinding-dinding kamar tanpa permisi. Terlebih lagi nanti, ketika semua rumah memasang antena parabola dan tersambung saluran internet.
Bagi kawula muda, soal menahan nafsu syahwat bukan pekerjaan mudah. Terlalu banyak godaan berseliweran di depan mata. Seakan hanya ada dua pilihan bagi para pemuda kita, yaitu menggoda atau digoda.
Menghadapi kenyataan ini, tiada alternatif lain bagi para pemuda kecuali mempertebal iman dan menyibukkan diri dalam perjuangan menegakkan Islam. Kesibukan di luar itu, baik dalam organisasi sekolah atau luar sekolah justru sering mengundang masalah. Organisasi sering menjadi sarana melampiaskan hasrat-hasrat seksual, sekecil apapun bentuknya.
Apakah lagi yang akan bisa membentengi seorang pemuda ketika berada di rumah kekasihnya, sedang ayah dan ibunya tiada di rumah? Apa yang membentengi pemuda tersebut ketika sang kekasih menjatuhkan diri di pangkuannya dan berserah diri kepadanya? Jika bukan iman, benteng setebal apapun akan runtuh.
Jika hanya ketakutan kepada orang tua, bukankah orang tua tidak ada di rumah? Jika takut hamil, bukankah telah banyak beredar alat kontrasepsi? Jika sekadar takut selain kepada Allah, semua bisa disiasati. Apalagi syetan sangat senang menemani orang yang kasmaran seperti ini. Syetan dengan akal bulusnya akan mencarikan berbagai jalan untuk melancarkan jalan. Ada seribu satu jalan untuk melakukan hal itu. Apalagi di zaman sekarang.
Di sini baru dirasakan mahalnya iman. Di saat syetan mengepung, ketika nafsu dalam diri bergejolak, hasrat meronta-ronta, di saat itulah harga seseorang ditentukan. Jika bertahan, berarti imannya masih tersisa. Jika tak tahan, harganya sangat murah. Nilainya rendah atau tak bernilai apa-apa.
Dalam sebuah riwayat Abdullah bin Umar, Rasulullah menceritakan sebuah kisah yang terjadi pada masa sebelumnya. Kisah itu sangat erat kaitannya dengan masalah yang sedang dibahas, yaitu tentang tiga pemuda yang terjebak dalam gua, sementara batu gunung longsor persis mengenai mulut gua. Ketiga orang itu telah berusaha keras menggesernya, tapi sia-sia. Batu penutup itu tak bergeser sedikitpun juga. Hampir-hampir saja ketiga orang itu berputus asa, sampai akhirnya ada yang berkata, "Kita tidak mungkin dapat selamat dari batu ini kecuali jika berdoa kepada Allah dengan wasilah (perantara) kebaikan kita."
Satu persatu mereka berdoa dengan menyebut kebaikan yang pernah ia lakukan sebelumnya. Setiap kali seusai salah seorang di antaranya berdoa, mereka berusaha menggeser batu itu dan berhasil menggesernya sedikit. Sampai ketiganya menyelesaikan doanya, dan batu itu bergeser sehingga mereka dapat lolos dari gua.
Di antara ketiga orang di atas, ada seorang pemuda yang dalam munajatnya ia berkata, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah mengetahui bahwa aku memiliki saudara sepupu perempuan yang sangat aku cintai di antara manusia. Aku merayunya untuk menyerahkan dirinya kepadaku, tetapi ia menolakku sehingga aku menanggung beban kerinduan kepadanya setahun lamanya. Lalu, datanglah dia padaku dan aku memberinya seratus dua puluh dinar agar mau berduaan denganku. Ia menerima itu, tetapi ketika aku menguasainya ia berkata, 'Takutlah engkau kepada Allah dan janganlah engkau melanggar cincin perawan itu kecuali dengan haknya.' Maka, aku merasa berdosa telah memperdayakannya, lalu aku pergi meninggalkannya. Padahal dialah wanita yang paling aku cintai, dan aku membiarkan uang emas yang aku berikan kepadanya. Ya Allah, jika aku melakukan itu karena ingin mencari keridhaan-Mu, maka hilangkanlah dari kami apa yang sedang kami hadapi ini."
Ketulusan hati dan kata-kata pemuda itu telah menggetarkan langit, hingga bergeserlah batu yang menutup pintu gua. Sampai orang yang ketiga berdoa, dan bergeserlah batu yang menutup pintu gua itu sehingga cukup bagi mereka untuk keluar dengan selamat.
Kisah-kisah seperti ini hendaknya menjadi teladan, utamanya bagi para pemuda. Jika bisa menahan diri pada saat-saat genting seperti itu, Allah akan memberi balasan yang luar biasa besarnya. Jika minta pertolongan, Allah akan menolong. Di saat-saat genting, bahkan kebaikan bisa menjadi wasilah atas pertolongan-Nya.
Berikut ini kisah menarik dari para salafush-shaleh. Abu Bakar bin Abdullah al-Muzni menceritakan, bahwa ada seorang penjual daging yang tertarik pada seorang anak wanita tetangganya. Pada suatu hari anak wanita itu diperintahkan oleh keluarganya pergi ke desa lain untuk suatu keperluan. Maka penjual daging itu membuntutinya dan merayu wanita itu agar ia mau menyerahkan dirinya.
Anak wanita itu berkata, "Jangan engkau lakukan hal itu, karena sesungguhnya aku lebih mencintaimu daripada engkau mencintai aku. Akan tetapi aku takut kepada Allah."
Penjual daging itupun sadar dan berkata, "Engkau takut kepada-Nya, mengapa aku tidak takut?"
Kata-kata wanita itu mengenai jantungnya, sehingga penjual daging itu mengurungkan niat jahatnya. Iapun pulang dan merenungkan kejadiannya. Sepanjang perjalanan ia bertobat kepada Allah.
Di tengah perjalanan pulang ia merasa kehausan. Tiba-tiba ia bertemu dengan seorang utusan Bani Israel yang bertanya kepadanya, "Mengapa engkau?" Ia menjawab sedang kehausan. Kemudian utusan itu berkata, "Kemarilah, kita berdoa kepada Allah agar kita dinaungi awan hingga memasuki pedesaan." Akan tetapi penjual daging itu berkata, "Tiada amal shalehku yang dapat aku gunakan untuk berdoa." Utusan Bani Israel menjawab, "Akulah yang akan berdoa dan tugasmu meng-amin-kan saja."
Setelah mereka berdoa, tiba-tiba datanglah awan menaungi mereka hingga mereka sampai di desa. Penjual daging menuju ke tempat tinggalnya, tetapi awan itu membelok bersamanya, kemudian utusan itu berkata, "Aku kira engkau tidak memiliki amal shaleh, maka akulah yang berdoa dan engkau mengaminkan. Ternyata awan itu mengikutimu. Ceritakanlah kepadaku tentang pengalamanmu." Si penjual daging itupun menceritakan peristiwa yang baru dialaminya. Lalu utusan Bani Israel menimpali, "Sesungguhnya orang yang bertobat di sisi Allah berada dalam kedudukan yang tidak ada seorangpun di antara manusia berada dalam kedudukannya itu."
Kedua kisah di atas cukup menjadi bekal bagi kita, utamanya generasi muda agar tidak terjerumus dalam lembah hitam yang sangat mengerikan. Jauhilah pandangan mata, sebab tindakan itulah yang paling utama dalam penjagaan diri.
Bila kita sudah berada di dalam siatuasi yang sangat gawat, ingatlah bahwa Allah bersama kita, melihat dan mengawasi kita. Takutlah kepada-Nya, dan segeralah bertobat, jangan sampai melakukan perbuatan yang terkutuk dan tercela. Tobat kita akan menjadi penolong, baik semasa hidup di dunia maupun kelak di akhirat.
1 Comments:
MasyaAllah subhanAllah cerita yang sangat bernilai dan berguna.
ReplyAdmin tidak bertanggung jawab atas semua isi komentar ,Mohon dipahami semua isi komentar dengan bijak