Sejarah di wajibkannya Puasa dibulan Ramadhan | Tahapan Hukum Berpuasa | Puasa apabila dilihat dari hukumnya
menurut H Sulaiman Rasyid dalam bukunya Fiqh Islam terdiri dari empat
macam. Ada puasa Wajib yaitu puasa yang dilakukan di bulan ramadhan,
puasa kafarat dan puasa nazar, Puasa Sunnah seperti puasa 9 Dzulhijjah
serta puasa Senin-Kamis, Adapula puasa makruh dan puasa Haram seperti
puasa pada haru tasyriq serta dua hari Ied.
Puasa Ramadhan adalah puasa wajib
dikarenakan puasa ini merupakan salah satu bagian dari rukun Islam yang
lima. Setelah Syahadat, Sholat dan Zakat, baru kemudian Puasa serta yang
terakhir Haji. Jika kita telisik dari sejarahnya perintah diwajibkannya
puasa adalah pada tahun 2 Hijriah atau tahun kedua hijrahnya Rasulullah
saw dari makkah ke madinah. dengan ditandai dengan turunnya surat Al
Baqarah ayat 183 – 184.
Sejarah di wajibkannya Puasa dibulan Ramadhan
Tidakkah timbul pertanyaan dari kita,
mengapa Puasa Ramadhan di wajibkan pada tahun kedua Hijriah. Yusuf
Qardhawi dalam kitabnya Fiqh As-Shiam menjelaskan bahwa pewajiban puasa
pada tahun kedua hijriah berhubungan erat dengan periodesasi dakwah
Islam pada zaman Rasulullah saw. Sebagaimana kita ketahui periode Makkah
adalah periode dimana wahyu diturunkan dalam rangka penanaman Akidah
serta pemurnian tauhid kepada Allah swt daripada noda – noda jahiliah
yang mengotori hati, pemikiran dan tingkah laku masyarakat kala itu.
Sedangkan pasca hijrah atau disebut sebagai Fase Madinah, kaum
muslimin telah menjadi kaum yang satu. Menjadi entitas dan jamaah yang
khas, yang memiliki struktur masyarakat yang jelas dengan pondasi
konsensus Piagam Madinah. Karena itu pada fase ini disyariatkanlah
kepadanya beberapa kewajiban, digariskan beberapa ketentuan dan
dijelaskan beberapa hukum termasuk di dalamnya Jihad dan puasa pada
tahun kedua Hijriah.
Ada beberapa riwayat yang berkaitan
dengan sebab – sebab turunnya (asbabun Nuzul) surat Al Baqarah ayat 183 –
185 yang menjadi landasan hukum berpuasa.
Disampaikan oleh Ibnu Saad dalam
Thabaqatnya, dari Mujahid, katanya, “Ayat ini diturunkan mengenai
majikan dari Qais bin Saib (yang sudah sangat lanjut usianya), Dan bagi
orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah yaitu memberi
makan seorang miskin (Q.S. Al-Baqarah 184). Lalu ia tidak berpuasa dan
memberi makan seorang miskin setiap hari Ramadan yang tidak dipuasainya.
Ada lagi yang menyebutkan sebab turunnya sebagai berikut:
“ Dari Ibnu Jarir dari
Mu’adz bin Jabbal berkata : bahwa Rasulullah SAW.datang ke Madinah pada
hari ‘Asyura kemudian beliau berpuasa, dan beliau berpuasa selama tiga
hari setiap bulan. Kemudian Allah mewajibkan puasa Ramadlan, dengan
menurunkan QS.Al-Baqarah 183-184
(وَعَلَى الذين يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ),
maka
saat itu ada yang berkeinginan untuk berpuasa, ada yang berbuka dan ada
yang memilih untuk memberi makan orang miskin. Kemudian Allah
mewajibkan puasa bagi orang yang sehat lagi muqim ( tidak bepergian) dan
menetapkan kriteria bagi yang memberi makan orang miskin yaitu orang
yang sudah tua dan tidak mampu untuk berpuasa, dengan menurunkan ayat
فَلْيَصُمْهُ الشَّهْرَ مِنكُم شَهِدَ فَمَن
Tahapan Hukum Berpuasa
Menurut Yusuf Qardhawi dalam Fiqih As-Shiam hukum Puasa dibagi menjadi dua tahapan. yaitu,
- Tahapan pilihan. seperti pada Surat Al Baqarah ayat 183 – 184. Pada ayat ini seakan Allah swt menyampaikan kepada kaum Muslimin waktu itu bahwa Barangsiapa mau berpuasa berpuasalah, barangsiapa mau berbuka dan membayar fidyah maka lakukanlah.
- Tahapan Pewajiban seperti pada ayat 185. Pada ayat ini seakan Allah swt memerintahkan kepada kaum muslimin agar diwajibkannya puasa Ramadhan dan dihapuskannya toleransi yang ditetapkan pada ayat sebelumnya. Dalam kitab Sahih Muslim terdapat riwayat dari Salamah bin Akwa’ bahwa pada ayat وَعَلَى الذين يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ diperuntukkan bagi orang yang ingin berbuka dan membayar fidyah . kemudian turunlah ayat yang menasakhkannya yaitu فَلْيَصُمْهُ الشَّهْرَ مِنكُم شَهِدَ فَمَن.
Tahapan Pewajiban pada point kedua
menurut Yusuf Qardhawi datang dalam dua tahap. Yaitu bersifat tekanan
yang memberatkan dan peringanan dan kasih sayang.
Pada awal perintah pewajiban puasa para
sahabat biasa makan, minum, dan menggauli istrinya pada waktu sebelum
tidur atau sebelum mengerjakan sholat Isya. Bayangkan, durasi yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan biologisnya hanya dibatasai oleh
waktu Isya dan sebelum tidur. Bila telah tidur dan shalat Isya maka para
sahabat tidak bisa memenuhi kebutuhannya hingga malam berikutnya.
Ada fenomena, seorang lelaki Anshar yang
bekerja sepanjang hari. Tatkala tiba waktu berbuka istrinya menemuinya
mengantarkan makan berbuka. Namun ketika ditemui, sang suami telah
tertidur karena kelelahan. Sehingga siangnya ditengah hari yang panas
sang suami ini jatuh pingsan kelaparan dikarenakan taat pada perintah
bahwa setelah tidur dilarang makan dan minum. Nasib sama juga di alami
oleh beberapa sahabat seperti umar bin kaab bin malik. Hal ini cukup
menggelisahkan para sahabat. Sehingga para sahabat mengadukan hal ini
kepada rasulullah saw. Maka turunlah surat Al baqarah ayat 187.
Para sahabat dan kaum muslimin bergembira karena mereka diberi kemudahan oleh Allah swt.
Admin tidak bertanggung jawab atas semua isi komentar ,Mohon dipahami semua isi komentar dengan bijak