BERDZIKIR LEWAT KEPAHAMAN | BAGAIMANAKAH dzikir yang baik itu? Adalah dzikir yang bisa
menggetarkan hati alias jiwa kita. Bagaimana pula dzikir bisa
menggetarkan hati? Jika kita melakukannya dengan sepenuh penghayatan.
Bagaimana supaya bisa melakukan sepenuh penghayatan? Tentu saja, harus
paham apa yang diucapkan dan dikerjakan.
Begitulah
prinsip dasar dzikrullah yang harus dikuasai oleh seorang pelaku dzikir.
Jika hal itu dilakukan dengan baik, maka dzikir-dzikir yang kita
lakukan akan memiliki dampak seperti yang telah kita bahas dalam
beberapa tulisan terakhir: menyehatkan, mencerdaskan dan menenteramkan.
Sebaliknya, jika dzikir itu tidak dilakukan dengan penuh penghayatan,
hasilnya adalah nothing. Sekedar komat-kamit belaka, yang menjebak kita dalam ritual tanpa makna.
Dzikir
adalah ibarat sepasang insan yang sedang jatuh cinta. Kemesraan akan
terbentuk, jika kita melakukannya dengan penuh perasaan dan penghayatan.
Hasilnya adalah kebahagiaan dan kententeraman jiwa. Dan pada gilirannya
akan menyehatkan diri kita lahir dan batin. Tidak ada lagi logika dan
rasionalitas pada orang-orang yang sedang di mabuk asmara. Yang ada
hanyalah penghayatan atas apa yang sedang dilakukannya.
Tetapi
haruslah diingat, bahwa sebelum kita menentukan pasangan untuk
menumpahkan segala perasaan kita kepadanya, kita harus melakukan seleksi
dan memahami tentang ‘siapa & bagaimana’ pasangan kita itu. Itulah
saat-saat kita harus berpikir secara logis dan rasional. Karena, jika
tidak, kita bisa mengalami kesalahan fatal dalam memilih, dan berdampak
buruk ke masa depan.
Dzikrullah adalah interaksi
seorang hamba dengan Tuhannya yang harus dilakukan dengan penuh
penghayatan. Maka, agar kita bisa melakukan semua itu, kita harus paham
‘siapa & bagaimana’ Dia. Carilah informasi sebanyak-banyaknya
tentang Allah. Kenalilah Dia. Pahamilah segala sifat-sifat-Nya. Lantas
dekati lewat pertemuan yang berkali-kali. Kedekatan itulah yang akan
menghasilkan ‘rasa’ yang tidak lagi bisa dipahami dengan logika dan
rasionalitas. Dan, harus dialami sendiri oleh orang yang bersangkutan.
Semakin
akrab seseorang dengan Tuhannya, semakin cinta dia kepada-Nya, semakin
berkualitas perasaan yang diperolehnya. Inilah yang disebut proses
subyektif itu. Di level ini obyektivitas sudah terlewati. Dan hasilnya,
akan berbeda-beda pada setiap orang. Obyektivitas sudah tidak mampu lagi
untuk mengukur kedalaman dzikir. Kecuali, hanya melihat dari luar.
Misalnya,
efek kesehatan yang diwakili oleh peningkatan kadar HSP-72. Atau, rasa
tenteram dan bahagia yang diwakili oleh peningkatan kadar endorphine
dalam darah. Dan sebagainya. Tapi, semua itu tidak akan bisa mewakili
kualitas perasaan yang terjadi. Karena, perasaan memang bukan variabel
obyektif melainkan variabel subyektif, yang alat ukurnya adalah jiwa
manusia. Dan prosesnya harus dengan cara dialami sendiri oleh pelakunya.
Itulah
sebabnya, kualitas dzikir tidak bisa diajarkan, melainkan harus
‘ditularkan’. Yakni, dilatihkan untuk dialami sendiri oleh yang
bersangkutan. Karena jika diajarkan, yang tertangkap hanyalah teorinya.
Cuma tata cara dan kepahamannya. Tetapi ‘rasanya’ belum tersampaikan.
Rasa hanya bisa diperoleh lewat praktek. Dan ini sangat bergantung
kepada seberapa besar pemahaman dan penghayatan kita terhadap apa yang
kita lakukan itu. Berdasar pada apa yang dialami itulah seorang pelaku
dzikir akan mengambil pelajaran, dan kemudian meningkatkan kualitasnya. Trial and learn by doing.
Maka,
apa yang saya berikan dalam sesi pelatihan dzikir, awalnya adalah
membangun kepahaman tentang ‘siapa & bagaimana’ Allah secara
tafakur. Saya mengajak berpikir dengan menggunakan seluruh akal
kecerdasan yang kita miliki terhadap ayat-ayat Allah, sebagai
tanda-tanda eksistensi-Nya. Berdasar kepahaman itu, saya lantas mengajak
untuk mendekati dan berinteraksi dengan-Nya. Berbincang-bincang,
bercengkerama, dan berdialog secara verbal maupun esensial. Semua yang
terlibat dalam pelatihan dzikir itupun mulai mencicipi ‘rasa dzikir’
yang dialogis. Dan belajar menghayati ucapan-ucapan dzikirnya, serta
merasakan feedback-nya.
Bagi yang peka dan penuh
penghayatan, saat itulah dia akan mulai mengenal Allah lewat rasa.
Bukan cuma mengenal lewat kata-kata. Tetapi, merasakan dengan jiwanya.
Dengan hatinya. Sebuah kepahaman holistik, yang sulit diceritakan lewat
bahasa. Tetapi, bisa dirasakan secara nyata, dan mendesir-desir di dalam
dada.
Itulah yang oleh Allah disebut sebagai ayat-ayat
yang nyata di dalam dada. Bagi siapa? Bagi mereka yang sudah memiliki
ilmunya. Persis seperti difirmankan berikut ini. QS. Al Ankabuut (29): 49. ‘’Sebenarnya,
Al Quran itu adalah ayat-ayat yang NYATA di dalam DADA orang-orang yang
diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali
orang-orang yang zalim.’’
Di level ini,
‘rasa kepahaman’ itu memang seperti terasa di dalam dada. Di desiran
jantung yang lembut. Mirip dengan desiran-desiran perasaan saat kita
terharu, bersedih, bergembira, bahagia, dan lain sebagainya. Kita tahu
bahwa perasaan itu sebenarnya terjadi di dalam sistem limbik, di pusat
kecerdasan hati yang namanya fuaad. Tetapi, karena getaran
perasaan di bagian tengah otak itu telah diresonansikan ke jantung, maka
kita merasakannya sebagai desiran di dalam dada.
QS. Al Hajj (22): 46, ‘’Maka
apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai HATI
(qalbu) yang dengan itu mereka dapat MEMAHAMI atau mempunyai telinga
yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah
mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah HATI yang di dalam DADA.’’
Ada
rasa lapang saat kita tenteram dan bahagia, dan sebaliknya ada rasa
sesak dan tertekan, ketika sedang sedih atau menderita. Refleksi
perasaan di sistem limbik ini jika berpadu dengan tafakur akan
menghasilkan kepahaman holistik seorang ulul albab. Ya mengerti, ya
merasakan. Yang kemudian diistilahkan sebagai memahami dengan sepenuh
keyakinan. Haqqul yaqin. Ayat-ayat Allah pun menjadi sedemikian nyata
baginya.
Wallahua’lam bissawab.
NB: Serial Tafakur Ramadan ini ditulis untuk koran Kaltim Post – Grup Jawa Pos.
Admin tidak bertanggung jawab atas semua isi komentar ,Mohon dipahami semua isi komentar dengan bijak