Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya berpesan supaya kita mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka. Jadi, Rasulullah tidak memerintahkan untuk mencintai dan dekat dengan orang kaya, seperti yang banyak terjadi sekarang. Atau yang sering kita lakukan, karena siapa lagi kalau bukan kita.
Mengapa kita dekat dengan orang kaya? Penyebabnya tidak jauh dari ghanimah atau rampasan perang. Kita pergi ke dapurnya melihat kalau ada termos bekas, di antara lusinan sepatunya mungkin ada yang menganggur, ada kemeja atau celana yang masih pantas. Padahal itu tidak cocok dengan wasiat Rasulullah Saw. Bahkan membuat kita berharap-harap pada makhluk, bukan kepada Allah SWT.
Allah telah mengingatkan, Wahai seluruh manusia! Kamulah yang fakir (memerlukan) Allah, dan Allah Dialah Yang Mahakaya, Mahaterpuji. (QS. Fthir [35]: 15). Ini harus kita pahami terlebih dahulu. Bahwa yang memiliki seluruh semesta adalah Allah Yang Mahakaya, dan sesuka-Nya membagi rezeki kepada kita. Kaya atau miskinnya kita sama-sama ujian. Yang penting adalah bagaimana kita bersyukur atas apa yang dianugerahkan-Nya.
Nah, dalam memahami hal mendasar tersebut, biasanya ada di antara kita yang jadi berpikir dan bersikap keliru. Misalkan kita memang menjadi cinta dan dekat dengan orang miskin, tetapi sambil membenci orang kaya. Dasar orang kaya sombong! Pelit! Menghardik anak yatim! Api neraka sudah berkobar-kobar menantimu!
Jangan saudaraku, itu tidak boleh. Karena sombong atau pelitnya orang kaya dan kita yang iri, dengki, atau membenci itu sama saja. Sama-sama tanda pecinta dunia. Termasuk kalau kita dekat dan mencintai orang miskin dikarenakan kita minder bertemu orang kaya, itu juga ciri pecinta dunia. Merasa senasib sepenanggungan dengan orang miskin berarti merasa tidak puas dengan apa yang telah dikaruniakan-Nya.
Biasa saja terhadap orang kaya, karena kita sama-sama makhluk ciptaan Allah SWT, yang hidup dan mati kita seluruhnya berada di tangan-Nya. Mengapa kita memusuhi orang kaya? Kalau kita mencintai dan dekat dengan orang kaya karena berharap panci bekas, bukankah memusuhi orang kaya juga berarti menantang berperang? Memusuhi dan mencintai mereka sama-sama mengidam harta dan perhiasan dunia.
Kita menganiaya diri sendiri. Melihat tetangga mencuci mobil baru, kita yang meriang. Padahal memang pekerjaannya mencuci mobil rental. Melihat tetangga berangkat dan pulang kerja naik taksi, kita malah memesan ambulance. Setelah tahu dia supir taksi, kita semakin tidak mau kalah. Dari rumah sakit juga minta diantar ambulance, dirujuk ke tempat perawatan terakhir, agar ditangani langsung oleh malaikat.
Saudaraku, jangan karena kita harus mencintai dan dekat dengan orang miskin, justru membuat kita melihat orang kaya seperti melihat musuh. Keliru dan salah yang begitu. Rasulullah tidak pernah memerintahkan. Hidup hanya akan semakin lelah dan gelisah kalau kita sibuk memikirkan apa yang dimiliki orang lain.
Kita tidak punya urusan dengan kekayaan orang lain. Urusan kita adalah mensyukuri semua nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita. Orang kaya yang sombong dan pelit bukan urusan kita. Itu urusan dia dengan Allah SWT. Dan jangan juga dendam, seperti bertekad, Lihat nanti, kalau saya sudah kaya, saya akan lebih sombong dari kamu. Kesombongan berencana ini lebih buruk.
Atau dendamnya, Awas di akhirat kelak akan kuceritakan semua sombong dan pelitmu kepada Allah. Mengapa kita jadi merebut tugas malaikat yang mencatat? Sangat tidak perlu, karena Allah pun tahu segalanya. Malah bisa kita yang lebih dulu diseret ke neraka, karena sudah ujub dan lancang memecat malaikat dari jabatannya. Tidak usah dendam pada kekayaan orang. Urus saja bagaimana meningkatkan ibadah, amal dan syukur kita sendiri.
Ketika membaca tulisan ini, ingatlah teman kita yang tidak bisa melihat. Saudara mungkin bisa membaca persoalan serius ini sambil tersenyum, karena kita sedang berbicara tentang diri kita sendiri. Tapi bagaimana dengan mereka yang tidak bisa membaca? Memang dapat dibacakan, tapi kalau yang membacakan jahil, malah bisa keliru kuadrat. Kata Aa Gym, kita wajib berperang sampai tetes darah terakhir untuk menikahi orang kaya. Dan ini fitnah.
Saudaraku, sudahlah. Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Kehidupan dunia ini memang semakin ramai hiburan, sesak permainan dan pengap perhiasan. Tapi hampir seluruhnya itu tidak berguna, dan dapat membawa petaka bagi kita di akhirat. Dunia ini cuma sesaat. Ibarat SPBU yang sekadar disinggahi untuk salat dan mengisi bensin, kemudian kita kembali berangkat menuju kampung halaman yang sesungguhnya.
Jadi, kita hanya akan menzalimi diri sendiri kalau memusuhi orang kaya. Tidak usah iri, dengki dan minder pada mereka. Kita juga tidak boleh mencintai orang kaya, kecuali yang kita cintai adalah kedermawanannya. Bukan mencintai kekayaannya, seperti kita mencintai kesalehan Utsman bin Affan RA, dan yang begini malah kebaikan.
Cintai dan dekatlah dengan orang miskin, karena itulah yang diperintahkan Rasulullah saw, supaya tumbuh rasa syukur kita atas nikmat Allah. Bagaimana kalau kita sendiri orang miskin? Tetap tidak boleh menganiaya diri. Harus terus optimis berikhtiar, berharap dan bersyukur kepada Allah SWT. Jangan membenci orang kaya, sekali pun kita orang paling miskin di galaksi Bima Sakti.
Mungkin masih ada yang berpikir, bagaimana jika benar-benar tidak selembar uang dan harta pun yang dimiliki? Maka bersyukurlah karena kita sudah dikaruniai otak sehingga dapat berpikir. Dan dengan otak itu, ingatlah selalu pesan Rasulullah bahwa kekayaan terbesar manusia adalah kemampuannya bersyukur itu sendiri, dan bukan kepemilikan materi.
Barang siapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barang siapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya, Mahamulia. (QS. an-Naml [27]: 40).
Demikian tentang artikel berjudul Jangan Musuhi Orang Kaya dan semoga bermanfaat.
Admin tidak bertanggung jawab atas semua isi komentar ,Mohon dipahami semua isi komentar dengan bijak