Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendorong pemerintah menyelenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berdasarkan prinsip syariah serta menerapkan pelayanan prima. Menurut mereka, penyelenggaraan jaminan sosial harus terkait dengan akad antar pihak.
"Sebab, BPJS tidak sesuai dengan prinsip syariah karena mengandung unsur gharar, maisir dan riba," kata Komisi Pengkajian dan Penelitian Fatwa MUI, Cholil Nafis saat ditemui di Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta, Jumat (21/8).
Selain itu, dia melihat kepesertaan BPJS kesehatan dianggap tidak adil karena masih membedakan latar belakang peserta. "Ada bunga dan akad yang diinvestasikan. Itu alirannya ke mana,"ujarnya.
Dia juga menyoroti kejelasan aliran dana denda administrasi sebesar dua persen per bulan dari total iuran penerima BPJS yang mengalami keterlambatan membayar. "Sifatnya yang asuransi semestinya denda kembali ke masyarakat tidak boleh menjadi pendapatan perusahaan. Makanya diperjelas aliran dana denda ke mana," katanya.
Atas hal itu, MUI merekomendasikan pemerintah membuat standar minimum atau taraf hidup layak dalam kerangka Jaminan Kesehatan yang berlaku bagi setiap penduduk negeri. Hal ini sebagai wujud pelayanan publik dan modal dasar terciptanya suasana kondusif di masyarakat tanpa melihat latar belakang orang tersebut.
"Agar pemerintah membentuk aturan, sistem dan memformat model operasi BPJS kesehatan supaya sesuai dengan prinsip syariah," terangnya.
Sebelumnya, fatwa yang menyatakan BPJS Kesehatan tidak sesuai syariah Islam adalah hasil keputusan Komisi Fatwa MUI di Pondok Pesantren At-Tauhidiyyah Cikura, Bojong, Tegal, Jawa Tengah, Juni 2015.
Admin tidak bertanggung jawab atas semua isi komentar ,Mohon dipahami semua isi komentar dengan bijak