Lantas apa yang terjadi jika seorang pria dikebiri?
Menanggapi maraknya kasus kejahatan seksual terhadap anak-anak, akhirnya Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Perppu ini turut mengatur hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Sanksi yang diatur berupa kebiri secara kimia (kimiawi) serta pemasangan alat deteksi elektronik sehingga pergerakan pelaku bisa dideteksi setelah keluar dari penjara.
Hukuman kebiri telah ada di Eropa sejak abad pertengahan. Pada zaman sekarang, hukuman kebiri juga masih dilaksanakan di berbagai negara, seperti Ceko, Jerman, Moldova, Estonia, Argentina, Australia, Israel, Selandia Baru, Korea Selatan, Rusia, serta beberapa negara bagian di Amerika Serikat.
Sebenarnya, ada dua macam teknik kebiri, yaitu kebiri fisik dan kebiri kimiawi. Kebiri fisik dilakukan dengan cara mengamputasi organ seks eksternal pemerkosa, sehingga membuat pelaku kekurangan hormon testosteron. Kurangnya hormon ini akan banyak mengurangi dorongan seksualnya.
Sementara itu, kebiri kimiawi dilakukan dengan cara memasukkan zat kimia anti-androgen ke tubuh seseorang supaya produksi hormon testosteron di tubuh mereka berkurang. Hasil akhirnya sama dengan kebiri fisik.
Menurut Ketua Bagian Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Wimpie Pangkahila, pada era modern, kebiri memang tak lagi dilakukan dengan membuang testis, tetapi secara kimia. Prosesnya bisa melalui pemberian pil ataupun suntikan hormon anti-androgen.
"Hormon anti-androgen itu adalah anti-hormon laki-laki. Pemberian obat anti-androgen tidak akan memunculkan efek pada seorang pria akan menjadi feminin," kata Wimpie kepada Kompas.com.
Namun, kebiri kimiawi menimbulkan efek negatif berupa penuaan dini pada tubuh. Cairan anti-androgen diketahui akan mengurangi kepadatan tulang sehingga risiko tulang keropos atau osteoporosis meningkat.
Anti-androgen juga mengurangi massa otot, yang memperbesar kesempatan tubuh menumpuk lemak dan kemudian meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
Satu hal yang perlu diketahui, kebiri kimiawi tidak bersifat permanen. Artinya, jika pemberian zat anti-androgen dihentikan, efeknya juga akan berhenti dan pemerkosa akan mendapatkan lagi fungsi seksualnya, baik berupa hasrat seksual maupun kemampuan ereksi.
Ketua Bagian Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Wimpie Pangkahila mengungkapkan, kebiri berdampak pada hilangnya nafsu secara seksual atau libido. Tak hanya itu, dampaknya pun meluas pada kesehatan fisik.
"Dampak yang lain, otot berkurang, lemak meningkat. Jadi, gairah hidup berkurang, semangat hidup berkurang," kata Wimpie saat dihubungi Kompas.com, Kamis (22/10/2015).
Dalam dunia kedokteran, kebiri dikenal dengan kastrasi. Pada era modern, kebiri tak lagi dilakukan dengan membuang testis, tetapi secara kimia. Prosesnya bisa melalui pemberian pil ataupun suntikan hormon antiandrogen. "Hormon antiandrogen itu adalah anti-hormon laki-laki dalam tanda kutip," ujar Wimpie.
Pemberian obat antiandrogen itu akan membuat pria kekurangan hormon testosteron sehingga tak ada lagi memiliki dorongan seksual. Obat antiandrogen akan memberikan efek yang sama dengan kebiri fisik. Selain itu, obat antiandrogen juga menyebabkan pengeroposan tulang dalam jangka panjang.
Wimpie juga mengatakan bahwa pemberian obat antiandrogen tidak akan memunculkan efek bahwa seorang pria akan menjadi feminin. Sebelumnya, rencana hukuman kebiri diusulkan mengingat maraknya kasus kejahatan seksual terhadap anak-anak.
Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, pemerintah tengah menyiapkan draf peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk merealisasikan aturan itu. Menurut Prasetyo, kebiri menjadi hukuman tambahan selain hukuman penjara untuk memberikan efek jera.
KOMPAS.com
Admin tidak bertanggung jawab atas semua isi komentar ,Mohon dipahami semua isi komentar dengan bijak