Dalam catatan sejarah, pembangunan Istana Maimun diprakarsai oleh Sultan
Deli IX, Sultan Ma"moen Al Rasyid Perkasa Alamsyah pada 26 Agustus
1888. Dengan didesasin oleh bernama Ferrari, bangunan istana ini baru
diresmikan tiga tahun kemudian, pada 18 Mei 1891. Pemerintah Hindia
Belanda turut juga membantunya dengan menunjuk Kapten KNIL Thomas van
ERP di bidang teknis pembangunan.
Makanya, tak heran jika banyak
sentuhan arsitektur dunia pada bangunan Istana Maimun. Dengan memadukan
unsur-unsur warisan kebudayaan Melayu, dengan gaya Islam, Spanyol, India
dan Italia, bangunan ini terlihat begitu megah. Bangunan di atas tanah
seluas sekitar 4,5 hektar itu pun sekarang menjadi tujuan wisata bukan
hanya karena usianya yang tua, namun juga desain interiornya yang unik.
Istana
yang memiliki sekitar 30 ruangan tersebut menjadi pusat pemerintahan
Kesultanan Deli waktu itu. Dengan anjungan di kanan-kirinya, Sultan Deli
biasanya menerima tamu di ruang utama pada bangunan induk Istana
Maimun. Ruangan tersebut bernama Balairung Sri yang juga merupakan
tempat upacara penobatan sultan dan upacara adat lainnya. Di ruangan ini
juga terdapat singgasana sultan yang didominasi warna kuning.
Istana
Maimun memang lebih banyak diselimuti warna kuning keemasan yang
identik dengan etnis Melayu beserta ornamen-ornamennya. Namun, di dalam
istana ini juga terdapat berbagai perabotan bernuansa Eropa, seperti
lemari, kursi dan lampu-lampu kristal yang masih terpasang di
langit-langit istana. Pada arsitekturnya juga bercirikan arsitektur
Eropa dengan gaya simetris.
Sebenarnya Istana Maimun ini juga
didukung oleh beberapa bangunan lainnya yang berada tidak jauh dari
kompleks istana. Yakni, Masjid Raya Al-Mashun, Taman Sri Deli, Balai
Kerapatan yang berada di Jalan Mahkmah sekarang, dan Istana Puri di
kawasan Jalan Puri. Namun, Balai Kerapatan dan Istana Puri sudah tidak
bersisa lagi. Sedangkan Taman Sri Deli, meskipun sempat dijual kepada
pihak ketiga, saat ini dikelola oleh Dinas Pertamanan setelah dibeli
lagi oleh Pemko Medan.
"Dulu, Istana Puri adalah istana tempat
tinggal keluarga sultan. Namun sekarang hanya tinggal tapaknya saja,
karena sudah jadi kawasan pemukiman. Begitu pun dengan Balai Kerapatan,"
ungkap Ketua Yayasan Sultan Ma"moen Al Rasyid Tengku Haris Abdullah.
Sedangkan kepada MedanBisnis. Tentunya, kita berharap nasib serupa tidak
menimpa Istana Maimun. Karena, mau bagaimanapun, istana ini adalah
kebanggaan masyarakat Melayu dan warga Sumut pada umumnnya.
Istana Maimun adalah Istana kebesaran Kesultanan Deli
dengan warna kuningnya (kuning merupakan warna kerajaan Melayu) dan
khas gaya seni bina Melayu di pesisir timur. Ia merupakan salah satu
mercu tanda yang terkenal di Medan, ibukota Sumatera Utara.
Istana ini sebenarnya dirancang oleh seorang arkitek Itali dan disiapkan
pada tahun 1888 semasa pemerintahan Sultan Makmun Al Rasyid Perkasa
Alamsyah (sultan Deli ke 9) , ia mempunyai keluasan 2,772 meter persegi, dan mempunyai 30 bilik.
Binaan Istana Maimun menarik minat ramai pelancong kerana ia mempunyai
binaan yang dipengaruhi pelbagai kebudayaan, dari kebudayaan Melayu, Islam, Sepanyol, India, dan Itali.
Ketika ini istana tersebut masih didiami oleh keluarga–keluarga
sultan. Ruangan pertemuan, foto–foto keluarga kerajaan Deli, perabot
rumah tangga Belanda
kuno dan pelbagai senjata, terbuka bagi masyarakat yang ingin
mengunjunginya. Di istana ini pula terdapat Meriam Puntung yang
merupakan peninggalan sejarah daripada kerajaan Deli. Saat ini Sultan
Deli yang bertahta adalah sultan deli ke 14. Ia naik tahta ketika
berumur 7 tahun dan saat ini berusia hampir 14 tahun. Saat ini ia
tinggal di Makassar bersama ibunya yang merupakan keturunan dari raja
Bone. Ia naik tahta pada usia muda menggantikan ayahnya sultan Deli ke
13 yang merupakan anggota TNI dan gugur pada saat konflik Aceh masih
bergejolak.
Satu blok dari istana Maimun kearah timur, berdiri Mesjid Raya Al Mashun
dengan arkitek yang menawan merupakan daya tarik bagi wisatawan yang
berkunjung ke Medan dan sangat mengagumkan.
Legenda Putri Hijau (Meriam Puntung) :
Menurut legenda, dahulu di Kesultanan Deli Lama, sekira 10 km dari Medan, hidup seorang putri cantik bernama Putri Hijau. Kecantikan sang putri ini tersebar sampai telinga Sultan Aceh sampai ke ujung utara Pulau Jawa. Sang pangeran jatuh hati dan ingin melamar sang putri. Sayang, lamarannya ditolak oleh kedua saudara Putri Hijau, yakni Mambang Yazid dan Mambang Khayali. Penolakan itu menimbulkan kemarahan Sultan Aceh.
Maka, lahirlah perang antara Kesultanan Aceh dan Deli. Konon, saat perang itu seorang saudara Putri Hijau menjelma menjadi ular naga dan seorang lagi menjadi sepucuk meriam yang terus menembaki tentara Aceh. Karena menembak terus menerus, meriam itu panas berlebihan sehingga pecah (puntung). Sisa “pecahan” meriam itu hingga saat ini ada di dua tempat, yakni di Istana Maimoon,dan di Desa Sukanalu (Tanah Karo).
Maka, lahirlah perang antara Kesultanan Aceh dan Deli. Konon, saat perang itu seorang saudara Putri Hijau menjelma menjadi ular naga dan seorang lagi menjadi sepucuk meriam yang terus menembaki tentara Aceh. Karena menembak terus menerus, meriam itu panas berlebihan sehingga pecah (puntung). Sisa “pecahan” meriam itu hingga saat ini ada di dua tempat, yakni di Istana Maimoon,dan di Desa Sukanalu (Tanah Karo).
Admin tidak bertanggung jawab atas semua isi komentar ,Mohon dipahami semua isi komentar dengan bijak