Proklamasi kemerdekaan adalah sebuah pernyataan dari suatu bangsa untuk lepas, bebas dan merdeka dari segala bentuk penjajahan dari Negara dan Bangsa lain. Proklamasi 17 Agustus 1945, merupakan tonggak berdirinya sebuah negara yang bernama Indonesia. Proklamasi bukan akhir perjuangan,
namun awal dari perjuangan Indonesia dalam mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah menghantarkan rakyat Indonesia ke depan gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.
Untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila.
Bangsa Indonesia memerlukan pengaturan ketatanegaraan berupa Undang-Undang Dasar. Undang-undang Dasar menempati tata urutan peraturan perundang-undangan tertinggi dalam negara. Dalam konteks institusi negara, UUD bermakna pemakluman tertinggi yang menetapkan antara lain pemegang kedaulatan tertinggi, struktur negara, bentuk pemerintahan, kekuasaan legislatif, kekuasaan peradilan dan berbagai lembaga negara serta hak-hak rakyat.
Undang-undang Dasar dalam sejarah perkembangannya membawa pengakuan akan keberadaan pemerintahan rakyat. Undang-undang dasar merupakan naskah legitimasi faham kedaulatan rakyat. Naskah dimaksud merupakan kontrak sosial yang mengikat setiap warga dalam membangun faham kedaulatan.
Dalam penyusunan undang-undang dasar, nilai-nilai dan norma dasar yang hidup dalam masyarakat dan dalam praktek penyelenggaraan negara turut mempengaruhi perumusan pada naskah. Dengan demikian, suasana kebatinan yang menjadi latar belakang filosofis, sosiologis, politis dan historis perumusan yuridis suatu ketentuan undang-undang dasar perlu dipahami dengan seksama, untuk dapat dimengerti dengan sebaik-baiknya ketentuan yang terdapat pada pasal-pasal undang-undang dasar (Asshiddiqie, 2005).
Dalam kaitan ini bangsa Indonesia mengalami dinamika dalam pemberlakuan Undang-Undang Dasar:
Periode Undang-Undang Dasar 1945 ( 18 Agustus 1945- 27 Desember 1949).
Periode Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950)
Periode Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959)
Periode Undang-Undang Dasar 1945 ( 5 Juli 1959 - 1999)
Periode Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 ( Tahun 1999 sampai sekarang)
Dari segi format UUD Negara Republik Indonesia 1945 sebagai hasil 4 (empat) kali amandemen sejak tahun 1999 sampai dengan 2002, UUD Negara Republik Indonesia terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal yang terdiri dari 21 Bab, 73 pasal, 170 ayat, 3 pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan. Sedangkan UUD 1945 sebelum amandemen terdiri dari pembukaan dan batang tubuh yang terdiri dari 16 Bab, 37 pasal, 49 ayat, 4 pasal aturan peralihan dan 2 ayat aturan tambahan serta penjelasan. Sementara dari segi subtansi pembukaan UUD 1945 tidak mengalami perubahan, namun pada pasal-pasalnya sangat banyak mengalami perubahan. Bahkan Prof. Dr. H.R. Sri Soemantri, SH. menyatakan bahwa UUD Negara Republik Indonesia telah menjadi UUD baru yang secara substansial justru melanggar pembukaan UUD 1945.
Pertanyaannya adalah sejauhmana substansi pasal-pasal UUD Negara Republik Indonesia hasil amandemen bertentangan dengan isi dan jiwa Pembukaan UUD 1945 ? Disadari atau tidak dengan amandemen-amandemen tersebut MPR telah mengadakan perubahan-perubahan yang sangat mendasar terhadap UUD 1945. Dibandingkan dengan negara-negara lain, perubahan yang begitu mendasar sifatnya tidak dapat dilakukan dengan prosedur biasa tetapi harus melalui prosedur khusus. Masalah perubahan UUD bukanlah peristiwa biasa, sebab perubahan UUD menyangkut hari depan negara, bangsa dan seluruh rakyat yang bersangkutan.
Kenyataan menunjukkan bahwa lebih dari satu dasawarsa amandemen pasal-pasal UUD 1945, telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Apakah amandemen yang dilakukan sudah mencerminkan isi dari Pembukaan UUD 1945 dari segi filosofis - ideologis dan paradigmanya ? Apakah substansi dan formatnya sudah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Negara Indonesia saat ini dan masa yang akan datang ? Keresahan ini menimbulkan keperluan untuk meninjau kembali UUD negara Republik Indonesia hasil amandemen 1999-2002 tersebut.
Keresahan ini diperkeruh lagi dengan pernah munculnya istilah 4 (empat) pilar kehidupan berbangsa dan bernegara dimana Pancasila dijadikan salah satu pilar saja, padahal Pancasila seyogyanya adalah ideologi dan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apakah penggunaan istilah 4 (empat) pilar tersebut sekedar merupakan kerancuan istilah atau justru mencerminkan ketidakjelasan konstruksi berfikir ketatanegaraan MPR saat ini ?
*****
Penulis :
M. Saleh Khalid, Pemrakarsa Masyarakat Studi Ketatanegaraan (MSK), Ketua Umum PB HMI Periode 1986-1988, Mantan Anggota DPR-RI Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Periode 1992-1997 dan 1997-1999, Kini Anggota Dewan Penasehat Majelis Nasional KAHMI Periode 2012-2017
Catatan
Tulisan ini disarikan dari Kerangka Acuan Dialog Ketatanegaraan I “Perspektif Ketatanegaraan Indonesia Saat ini dan di Masa yang Akan datang” pada tanggal 1 Juni 2013 di Aula FMIPA Universitas Sumatera Utara.
Admin tidak bertanggung jawab atas semua isi komentar ,Mohon dipahami semua isi komentar dengan bijak