Canda Ala Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassalam
Abu Hurairah RA menceritakan saat para sahabat berkumpul dalam majelis
Rasulullah shalallaahu alaihi wasalam,”Para sahabat bertanya kepada
Rasulullah shalallaahu alaihi wasalam,”Wahai Rasulullah, apakah engkau jua
bersenda gurau bersama kami?” maka Rasulullah shalallaahu alaihi wasalam
menjawab,”Tentu, hanya saja aku akan berkata benar” (HR. Ahmad)
Saat Ali bin Abi Thalib masih kanak-kanak, pernah makan kurma
bersama Rasulullah shalallaahu alaihi wasalam. Ali makan begitu lahap
dan tanpa disadari ternyata telah menghabiskan kurma lebih banyak dari pada
Rasulullah shalallaahu alaihi wasalam terlihat dari biji kurma yang
dikumpulkan dihadapan masing-masing. Karena biji kurma di hadapan Ali lebih
banyak dia mencoba memindahkan dan menggabungkan biji kurmanya dengan biji
milik Rasulullah shalallaahu alaihi wasalam secara sembunyi-sembunyi.
Ali bin Abi Thalib kecil pun mencandai Rasulullah shalallaahu
alaihi wasalam,”Wahai Rasul, engkau memakan kurma lebih banyak dari pada aku.
Lihatlah biji-biji kurma yang menumpuk di tempatmu!”
Mendengar ucapan polos Ali kecil itu Rasulullah shalallaahu
alaihi wasalam tertawa dan menjawab,”Ali, kamulah yang memakan lebih
banyak kurma. Aku memakan kurma dan masih menyisakan biji-bijinya. Sedangkan
engkau memakan kurma berikut biji-bijinya” dan guyonan itu membuat Ali ikut
tertawa.
Meskipun beliau cukup humoris dan hangat terhadap keluarga, dan
sahabat namun beliau tidak pernah melupakan batasan-batasan dalam bercanda.
Bahkan beliau tidak pernah tertawa terbahak-bahak sebagaimana dikatakan Aisyah Radhiallahu’anha,”Belum
pernah aku melihat Rasulullah shalallaahu alaihi wasalam tertawa terbahak-bahak
hingga kelihatan anak lidah beliau. Namun beliau hanya tersenyum.” (Muttafaq
‘alaih).
Sube’hanallah.. sungguh tak ada suri tauladan terbaik melebihi
akhlaq Rasulullah shalallaahu alaihi wasalam. Lalu bagaimanakah cara
agar candaan kita tetap terkontrol, berarah, dan tidak menjadi asbab penambah
dosa? Berikut tips yang dikutip dari majalah Ar Risalah no.121/Vol.XI/01 halamn
21.
1. Bercanda (Mizah) mubah namun hendaknya tidak berlebihan.
Bercanda mubah karena diharapkan dapat mencairkan suasana dan salah
bila berlebihan karena dengan berlebihan terkadang justru menyinggung dan
menyakiti hati orang lain. Dan menyakiti hati orang muslim tidak diperbolehkan.
Allah swt berfirman,”Tidak suatu ucapan yang diucapkan melainkan
ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf : 18)
2.
Tidak
ada unsur kebohongan.
Maka seorang muslim harus sebisa mungkin menjauhi ucapan-ucapan
bohong dalam bercanda, sekecil apa pun. Rasulullah shalallaahu alaihi
wasalam telah memperingatkan dengan tegas masalah berbohong dalan canda.
Rasulullah shalallaahu alaihi wasalam bersabda,“Tidak
sempurna iman seseorang ketika bercanda dan meninggalkan perdebatan meski ia
pada posisi benar” (HR. Ahmad, at-Thabrani)
Selain itu bohong disini juga termasuk dalam tidak mengada-adakan
cerita hayal agar orang tertawa. Seperti sabda shalallaahu alaihi wasalam,”Celakalah
bagi orang yang berbicara lalu berdusta supaya dengannya orang banyak jadi
tertawa.” (HR. Ahmad dan hasan menurut Al-Albani)
3.
Tidak
keterlaluan dalam bercanda.
Rasulullah shalallaahu alaihi wasalam bersabda,”Janganlah
kamu terlalu banyak tertawa, karena sesungguhnya banyak tertawa akan mematikan
hati.” (HR. Tirmidzi)
Dan dalam riwayat lain bercanda yang berlebihan akan mematikan hati
dan menghilangkan pancaran cahaya pada wajah. Mematikan hati dimaksudkan sulit
menerima nasehat, dan maksut dari menghilangkan pancaran cahaya pada wajah
yaitu mengurangi bahkan menghilangkan wibawah seseorang.
4.
Tidak
mengandung hinaan dan celaan.
Seorang muslim harus berusaha menghindari canda yang bersifat
menghina, mencela atau merendahkan orang lain, atau bahkan menampakkan
aib/kekurangan orang lain dengan maksud membumbui candaan.
Allah subhanauwata’ala berfirman,”Hai orang-orang yang beriman
janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, boleh jadi mereka (yang
diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula
wanita-wanita (mengolok-olok) wanita lain, boleh jadi wanita-wanita (yang
diolok-olok) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu
memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah
panggilan yang buruk sesudah beriman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka
mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS.
Al Hujarat : 11)
5.
Ada
niat baik dalam bercanda.
Maksut dari ada niat baik dalam bercanda adalah sikap meramahkan,
menunjukkan kasih sayang, meringankan diri, atau menghilangkan kebosanan dan
kejenuhan dalam pembicaraan.
6.
Memilih
waktu dan tempat yang tepat.
Ada beberpa kondisi dimana kurang tepat dilakukannya candaan,
misalnya waktu-waktu sholat, ketika ziarah kubur, ketikan mengingat kematian,
ketika membaca Al Quran, ketika pergi ketempat menuntut ilmu (perpus, ruang
kuliah), dll
7.
Tidak
bercanda dalam hal nikah, talaq, dan rujuk.
Ditegaskan dalam hadits Rasulullah shalallaahu alaihi wasalam,”Tiga
perkara yang sungguh-sungguhnya dan main-main dipandang sungguhan yaitu nikah,
talak dan rujuk.” (HR. At-Tirmidzi, menurut Abu Isa hadits ini hasan
gharib).
3 hal tersebut dilarang dimasukkan dalam candaan karena meskipun
ketiga-tiganya dilakukan dengan canda tetap saja dihukumi semestinya. Seperti
suami yang menceraikan istrinya dengan niat canda, maka cerainya sah.
8.
Jangan
bercanda dengan barang yang tajam.
Seorang muslim tidak sepatutnya menakut-nakuti saudaranya, apalagi
menggunakan barang tajam, meskipun hal itu hanya bercanda. Karena bisa jadi
ketika ia membawanya, setan membisikkan dan merayunya untuk melukan sesama
muslim.
9.
Jangan
bercanda dalam urusan agama.
Kita sebagai muslim harus memuliakan Islam dan mensucikan
syair-syairnya, sehingga harus berhati-hati untuk bisa menjauhi canda yang
kemungkinan bisa menjerumuskan pada isthza’ (penghinaan) terhadap Allah
Subhanahu wa Ta’ala, para malaikat-Nya, para Nabi-Nya.
Admin tidak bertanggung jawab atas semua isi komentar ,Mohon dipahami semua isi komentar dengan bijak