Istilah Bibit Jamur Tiram
Dalam budidaya jamur tiram, hal yang harus kita perhatikan adalah memilih bibit jamur tiram. Jika tidak mau repot dengan membuat bibit jamur tiram bisa juga dengan membeli bibit jamur. Namun, bagi petani pemula (termasuk saya.. hehe) mungkin agak bingung mengenai istilah bibit jamur tiram yang beredar di masyarakat, karena ada istilah F, F-an.. hehehe. Ok, mari kita bahas...
Huruf F, dalam dunia genetika disebut dengan Filial (bukan Fenotip lho ya.. hehehe). Filial adalah hasil turunan dari persilangan/perkawinan indukan (P) yang berbeda jenis. Hasil turunan ini nantinya disebut dengan F1, F2, F3, dst. Sedangkan Fenotip adalah sifat gen yang dihasilkan dari persilangan tersebut yang sifatnya dapat dilihat/nampak (ingat nggak pelajaran kelas 3 sma? yang fenotip-genotip itu lho... hehe). Walaupun pada umumnya pembuatan bibit jamur tiram hanya sekedar ‘turunan’ tanpa persilangan, namun tetap saja kita bisa katakan bahwa hasil pembuatan bibit jamur tiram kita sebut sebagai F1, F2, F3, dst, toh itu nama hanya untuk mempermudah identifikasi hasil saja. Ok, jadi jelas makna F dalam bibit jamur tiram yang berkembang di masyarakat adalah Filial atau turunan, tinggal kita memahami istilah F1, F2, F3, dst..
Bibit Jamur Tiram F1
Bibit ini biasanya diperoleh dengan sistem kultur jaringan, yakni, mengambil eksplan (bagian) dari indukan jamur kemudian diinokulasikan ke media agar (PDA) secara aseptic. Cara ini dinilai cukup baik karena dapat diketahui langsung sifat fisik tubuh buah jamur. Potatoes Dextrose Agar (PDA) dapat kita dibeli dalam bentuk siap pakai atau bisa kita bikin sendiri,Dari satu tabung bibit F1 bisa digunakan untuk usaha budidaya jamur tiram skala menengah.
Bibit Jamur Tiram F2
Bibit F2 merupakan turunan dari bibit F1 (PDA). Dari satu tabung F1 bisa diturunkan menjadi 20 botol bibit F2. Pembiakan tahap kedua bertujuan memperbanyak miselium jamur yang berasal dari biakan murni. Dari PDA dimasukkan ke media serbuk atau biji-bijian, bisa dari gabah, jagung atau lainnya. Biasanya kemasan yang digunakan adalah botol.
Bibit Jamur Tiram F3
Dari bibit jamur tiram F3 diturunkan lagi menjadi bibit jamur tiram F3. Media yang digunakan sama dengan yang digunakan pada F2. Pembiakan tahap ketiga ini juga bertujuan memperbanyak misellium dari bibit F2 Dari bibit jamur F3 nantinya bisa digunakan untuk pembibitan pada media tanam (baglog) menjadi 30 baglog.
Media Tanam Baglog
Pembiakan tahap keempat bertujuan memperbanyak miselium jamur yang berasal dari pembiakan tahap kedua. Media pembiakan berbeda dengan media pembiakan sebelumnya, karena media pembiakan tahap ketiga ini berhubungan dengan media tanam di kumbung. Bahannya utamanya berupa serbuk kayu gergaji, bekatul, dan kapur. Untuk pembuatannya silahkan cek: Membuat Media Tanam Jamur Tiram.
Simpelnya adalah:
Indukan (P) – PDA/Turunan pertama (F1) – Turunan kedua (F2) – Turunan ketiga (F3) – dst.
Jadi, maksud dari F1 adalah turunan pertama dari indukan jamur (P), F2 adalah turunan kedua dari indukan jamur (P), dst. Menurut teori, semakin mendekati indukan, maka kualitas bibit tersebut lebih bagus, dan semakin jauh dari indukan maka akan terjadi perubahan sifat gen (ada yang bilang kerapatannya semakin berkurang), sehingga kualitas bibit jamur tiram akan menurun, sehingga dianjurkan maksimal turunannya sampai F4 kemudian ditanam ke media baglog.
semoga info ini bermanfaat bagi para pembaca yang ingin mencoba berbudidaya jamur. Untuk cara pembuatan bibit di atas akan saya bahas di sesi berikutnya. Insya Alloh..
Catatan:
Ada yang menyebut bahwa PDA/biakan murni sebagai F0, dst. Jadi perhitungan F1, F2, F3, dst, dihitung dari biakan murni bukan dari indukan (P) jamur, sehingga urutannya:
Indukan (P) – PDA/Biakan murni (F0) – Turunan pertama (F1) – Turunan kedua (F2) – dst.
Jadi, maksud dari F1 adalah turunan pertama dari PDA (biakan murni), F2 adalah turunan kedua dari PDA, dst.
Jamur tiram – Jamur konsumsi atau sering dikenal istilah mushroom merupakan bahan makanan sumber protein yang saat ini cukup digemari masyarakat. Dalam skala industri atau semi-industri, terdapat kurang lebih sepuluh macam jamur konsumsi yang sering dibudidayakan. Berdasarkan urutannya, tercatat ada lima jenis jamur konsumsi yang paling banyak dibudidayakan, yakni jamur kancing (Agacirus bisporus), jamur shiitake (Lentinus edondes), jamur enokitake (Flammulina velutipes), jamur merang (Volvariella volvacea) dan jamur tiram (Pleurotus olvacea). Namun berdasarkan data tahun 1997, produksi jamur tiram mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yakni sekitar 418,3% atau sebesar 875.600 ton. Hal ini membuat kedudukan jamur beranjak ke urutan tiga besar.
Secara total, kebutuhan pasar jamur dunia mencapai 6.158.000 ton/14,2% dari kebutuhan pasar dunia. Angka tersebut diprediksi masih akan terus meningkat. Untuk itu, jamur tiram sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi komoditas ekspor yang bernilai ekonomi tinggi. Namun, untuk memenuhi produksi yang terus meningkat tentu memerlukan bibit yang jumlahnya tidak sedikit sehingga terbuka pula peluang usaha pembibitan jamur tiram.
A. Jenis- Jenis Jamur Tiram
Pleurotus sp, dikenal dengan sebutan jamur tiram atau oyster mushroom tak lain karena bentuk badan buahnya menyerupai cangkrang tiram. Bentuk badan buah jamur tiram sangat tergantung pada tempat tumbuhnya. Bila tumbuhnya di sisi samping substrat, badan buah sering tidak bertangkai atau bertangkai pendek yang letaknya asimetri (seperti kerang). Jamur tiram termasuk jenis jamur perombak kayu yang dapat tumbuh pada berbagai media seperti serbuk gergaji, jerami, sekam, limbah kapas, limbah daun teh, koblot jagung, ampas tebu, limbah kertas, dan limbah pertanian maupun industri lain yang mengandung bahan lignoselulosa. Bahan- bahan tersebut ketersediaannya sangat melimpah di Indonesia sehingga dapat dijadikan sebagai media tanam, mulai dari pembibitan hingga budi dayanya.
Jamur tiram termasuk dalam kelompok Basidiomycetes, yakni kelompok jamur busuk putih yang ditandai dengan tumbuhnya miselium berwarna putih memucat pada sekujur media tanam. Dengan induksi cahaya dan pemberian aerasi serta kelembapan yang cukup, miselium tersebut akan tumbuh menjadi badan buah. Dengan demikian, dalam siklus hidupnya jamur tiram mengalami dua fase pertumbuhan utama, yakni miselium dan spora. Dalam usaha pembibitan jamur tiram, yang digunakan sebagai bibit adalah jamur dalam fase miselium. Hal ini karena jamur yang tumbuh dari spora kemungkinan akan menurunkan sifat yang berbeda dari induknya.
Berdasarkan warna badan buahnya, terdapat beberapa jenis jamur tiram, yaitu jamur tiram merah (P. flabelatus), tiram putih (P. ostreatus), tiram kuning (Pleurotus sp), tiram biru keabu- abuan (P. populinus), tiram biru tua (Pleurotus sp), tiram coklat (P. cystidiosus), tiram kelabu (P. sajor-caju), serta jamur tiram lain seperti king oyster (P. eryngii), P. cornucopiae, P. sapidus, P. pulmonarius, dan P. florida. Di Indonesia, jenis jamur tiram yang paling sering dibudidayakan adalah jamur tiram putih. Walau sudah berkembang sejak lama, masyarakat Indonesia baru mulai membudidayakan jamur pada tahun sembilah puluhan. Hasil produksinya pun masih belum mencukupi kebutuhan masyarakat. Di tingkat dunia, Cina merupakan negara produsen terbesar dari jamur tiram disusul oleh negara Jepang.
B. Nilai Gizi dan Manfaat Jamur Tiram
Selain karena rasanya yang enak, jamur tiram (khususnya jamur tiram putih) banyak digemari karena dapat diolah menjadi berbagai masakan dan camilan dan juga diyakini sebagai makanan yang menyehatkan. Dari segi gizinya, jamur tiram termasuk bahan makanan yang tinggi protein, mengandung berbagai mineral anorganik, dan rendah lemak. Kadar protein dalam jamur tiram umumnya berkisar 20 – 40% berat kering sehingga lebih baik bila dibandingkan sumber protein lain seperti kedelai atau kacang- kacangan. Selain itu, protein jamur tiram mudah dicerna, dan banyak mengandung asam amino essensial yang dibutuhkan tubuh manusia, khususnya lisin dan leusin. Mineral yang terkandung dalam jamur tiram adalah mineral makro dan mikro seperti kalsium, fosfor, natrium, kalium, magnesium, besi, copper, mangaan, dan seng yang semuanyas dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Kandungan lemaknya yang rendah dengan komposisi lemak mayoritas (72 – 85% dari total lemak) yang terdiri atas asam lemak tidak jenuh membuat jamur tiram cocok dikonsumsi oleh mereka yang sedang diet. Lemak jamur terutama terdiri dari senyawa asam linoleat. Kamdungan asam linoleat yang tinggi nilah yang menjadikan jamur tiram sebagai makanan yang menyehatkan. Jamur juga mengandung sejumlah karbohidrat, serat, dan beberapa vitamin, terutama vitamin B kompleks dan vitamin C.
Selain sebagai sumber protein, vitamin, dan mineral, jamur juga mengandung senyawa yang berfungsi sebagai antikanker atau antitumor dan antikolesterol, serta antioksidan. Senyawa lektin di dalam jamur tiram putih telah dibuktikan sebagai senyawa anti tumor. Oleh karena itu, tak heran bila di Jepang jamur tiram kerap disebut sebagai jamur obat/hiratake. Berdasarkan hasil penelitian tercatat bahwa jamur tiram putih mengandung protein 19 – 30%, karbohidrat 50 – 60%, dan mengandung sejumlah asam amino, vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), B3 (niacin), B5 (asam panthonetat), B7 (biotin), vitamin C, serta mineral lainnya. Di dalam badan buah jamur juga terkandung senyawa tannin yang dapat berfungsi sebagai anti-mikroba dan senyawa penghambat penyerapan zat besi.
C. Syarat Tumbuh Jamur Tiram
Sebagai saprofit, jamur tiram menggunakan sumber karbon yang berasal dari bahan organik untuk diuraikan menjadi senyawa karbon sederhana kemudian diserap masuk ke dalam miselium jamur. Kemampuan menguraikan senyawa organik ini menyebabkan dapat tumbuh pada berbagai bahan yang mengandung karbohidrat atau senyawa karbon organik lainnya. Sumber karbon yang dapat diserap masuk ke dalam sel adalah senyawa- senyawa yang bersifat larut seperti monosakarida atau senyawa sejenis gula, asam organik, asam amino, dan senyawa sederhana lain.
Banyaknya unsur- unsur mineral yang dibutuhkan untuk nutrisi jamur tercermin dari kadar unsur tersebut yang terdapat di dalam miselium atau badan buah jamur, yakni dengan mengalikan kadar unsur dengan berat jamur akan diketahui banyaknya unsur mineral yang diserap oleh jamur. Dengan demikian, unsur- unsur tersebut sebenarnya hanya dipindahkan dan dikonversikan dari media tanam ke dalam sel- sel jamur. Dengan mengetahui jumlah mineral yang diserap maka dapat diperkirakan jumlah unsur mineral yang harus ada dalam media tanam, tentu saja dengan asumsi tidak seratus persen unsur dalam media tanam dapat diserap oleh miselium vegetatif.
Miselium dan badan dapat berkembang pada bahan mengandung lignoselulosa, dengan nisbah C/N 50 – 500. Contoh berbagai bahan yang mempunyai nilai C/N tinggi adalah kayu gergajian, bagas (ampas tebu), tongkol dan batang jagung, jerami, sekam, alang- alang, kertas, kayu gelondongan, limbah potongan kayu, kulit kacang- kacangan. Sementara contoh bahan yang mempunyai nilai C/N relatif rendah adalah bekatul, limbah sayuran, blotong (limbah lumpur pabrik gula), bungkil kelapa/ kelapa sawit, bungkil kacang- kacangan, ampas tahu.
Bila muncul pertanyaan mengenai media tanam yang paling sesuai untuk pertumbuhan jamur maka jawabannya adalah jamur tiram dapat diadaptasikan dalam kondisi media tanam yang cukup bervariasi karena memang bersifat saprofit. Namun, penggunaan media tetap harus memperhatikan syarat pertumbuhannya. Sebagai contoh dari pertanyaan, apakah serbuk kayu gergajian dari kayu keras bisa digunakan? Jawabannya adalah bisa, tetapi pada kayu keras kandungan ligninnya tinggi, padahal lignin lebih sulit untuk dirombak dibandingkan selulosa sehingga bisa menghambat pertumbuhan jamur. Untuk itu, agar pertumbuhan jamur tetap berlangsung baik, pada bahan media tanam kayu keras sebaiknya ditambahkan bahan yang mengandung selulosa tinggi dan bahan yang mempunyai nisbah C/N rendah seperti bekatul, bungkil kelapa, atau ampas tahu.
D. Peluang Usaha Pembibitan Jamur Tiram
Dimasa sekarang semakin banyaknya orang yang bergelut dalam budidaya jamur konsumsi, tak terkecualijamur tiram. Hal ini karena pangsa jamur tiram yang semula hanya terbatas kalangan menengah ke atas telah merambah ke semua lapisan masyarakat. Hal ini tentu membuat permintaan bibit jamur tiram turut meningkat pesat. Dari segi lahan yang dibutuhkan,usaha pembibitan sangat menguntungkan karena selain harga bibit yang cukup tinggi, usaha dapat dilakukan di lahan yang tidak luas. Perputaran modal usaha juga relatif cepat karena pembuatan bibit hanya memerlukan waktu singkat. Peluang pasarnya masih terbuka lebar, baik pasar lokal maupun nasional. Seperti diketahui bahwa pasar lokal bibit jamur masih terpusat di Jawa sehingga belum merata di semua lokasi, sedangkan diluar Jawa, jamur tiram baru diproduksi di daerah tertentu. Dari segi bisnis, usaha pembibitan jamur tiram cukup berprospek sehingga patut untuk dilirik, terlebih tenaga kerja dan sumber daya di Indonesia juga cukup berlimpah.
Peluang usaha bibit jamur dapat diperkirakan berdasarkan permintaan produk jamur, kemudian dihitung menggunakan nilai biokonversi. Sebagai contoh, untuk memenuhi permintaan produk jamur nasional sebesar 1.000 ton per tahun maka hal pertama yang perlu dilihat adalah nilai BE/ biologycal efficiency-nya), yaotu angka yang menunjukkan besarnya biokonversi bahan lignoselulosa yang berubah menjadi badan buah jamur. Nilai BE jamur tiram putih yang ditanam pada kayu gergajian adalah sebesar 43-64% (Penjelasan tentang nilai BE lihat di sub bab memilih bahan tanam dari jenis unggul).
Berikut hitungan sederhananya. Anggap saja nilai BE jamur tiram yang dihasilkan 50%, maka dapat diartikan bahwa hasil badan buah jamur tiram adalah 50% dari berat kering media tanam kayu gergajian. Dengan demikian, untuk memproduksi badan buah jamur sebanyak 1.000 ton diperlukan sebanyak 2.000 ton media tanam kayu gergajian. Sementara itu, bibit jamur tiram (bibit sebar) yang dibutuhkan untuk inokulasi media tanam dalam baglog minimal 2% berat media tanam. Dengan demikian, bibit sebar yang diperlukan untuk memproduksi 1.000 ton jamur segar per tahun adalah 2% dari 2.000 ton, yaitu mineral 40 ton bibit per tahun. Bibit jamur sebanyak itu, bila dikemas dalam botol berisi 50 g bisa menghasilkan produk bibit sebanyak 800.000 botol bibit per tahun. Dengan asumsi bibit per botol dihargai sebesar Rp6.000 maka nilai bibit sebesar Rp4,8 miliar per tahun. Bukankah perputaran uang dari usaha pembibitan jamur ini cukup menjanjikan?
Peluang usaha pembibitan jamur sebenarnya semakin gemilang bila melihat kondisi budi daya jamur di Indonesia yang masih terganjal banyak kendala (hasil panen rendah dengan nilai BE rendah), khususnya di level petani. Hal ini antara lain karena para petani masih minim penguasaan teknologi budi daya jamur/ masih dalam tahap belajar, belum menggunakan bibit berkualitas, atau lingkungan budi daya yang kurang sesuai. Dengan demikian, kebutuhan bibit jamur akan meningkat menjadi 2 kali lipatnya (1,6 juta botol bibit senilai Rp9,6 miliar per tahun). Namun, untuk perkiraan peluang usaha pembibitan, sebaiknya menggunakann kondisi normal seperti contoh perhitungan di atas. Contoh tersebut baru dihitung untuk kebutuhan bibit sebar, sementara penyediaan bibit semai dalam bentuk baglog yang siap untuk produksi badan buah tentu lebih besar lagi jumlahnya.
Usaha pembibitan jamur tiram juga minim resiko karena pengaturan faktor lingkungan lebih sederhana daripada pengaturan faktor lingkungan untuk produksi badan buah. Namun demikian, tetap dibutuhkan pengetahuan yang cakap bila ingin menggeluti usaha ini agar kualitas bibit tidak asal- asalan sehingga produk jamur yang dihasilkan bisa tinggi. Oleh karena itu, ada baiknya bila pembibit jamur merupakan orang yang telah memiliki pengalaman dalam membudidayakan jamur sehingga penguasaan detail mengenai jamur tiram minimal telah dikuasai.
Dari berbagai Sumber
Admin tidak bertanggung jawab atas semua isi komentar ,Mohon dipahami semua isi komentar dengan bijak