Bersyukur adalah suatu istilah yang sudah sangat akrab di telinga kita. Namun, apakah pemahaman kita tentang arti bersyukur itu sudah merasuk pula dalam jiwa kita?
Untuk memahami makna bersyukur, bayangkanlah ilustrasi berikut ini:
Ada dua orang tuna karya, katakanlah yang seorang bernama Mungkar dan yang seorang lagi bernama Soleh. Mereka meminta pertolongan kita untuk mencarikan kerja. Kebetulan kita mempunyai beberapa teman baik yang menjabat direktur di beberapa perusahaan.
Singkat cerita, berkat ‘perjuangan’ kita, maka akhirnya Mungkar dan Soleh berhasil diterima bekerja di kantor teman baik kita itu. Meskipun sudah kita tolong, namun si Mungkar itu tidak menunjukan rasa terima kasihnya sedikitpun kepada kita (mungkin menganggap pertolongan kita itu bukanlah sesuatu yang istimewa). Kemudian hari, bahkan kita menerima complain dari teman kita itu bahwa si Mungkar sering mangkir dan melakukan perbuatan tercela yang merugikan perusahaan.
Lain halnya dengan si Soleh, Si Soleh itu berkali-kali menyatakan rasa terima kasihnya kepada kita bahkan sampai berurai air mata. Kemudian hari, kita pun mendapat laporan dari teman direktur itu, bahwa ia beruntung sekali mendapat pegawai seperti si Soleh karena orangnya rajin, tekun dan jujur dalam bekerja, bahkan akhirnya dijadikan tangan kanannya!
Bila akhirnya si Mungkar itu dipecat dari kantornya, niscaya kita tidak akan mau lagi merekomendasikannya bekerja di kantor manapun. Tetapi sebaliknya, bila si Soleh kehilangan pekerjaannya karena perusahaannya itu bangkrut, maka tentu kita akan berusaha mencarikan pekerjaan lain untuknya. Bahkan bila misalnya ada perusahaan lain yang memberikan jaminan yang lebih baik, maka tentu kita bantu agar si Soleh pindah ke tempat yang lebih baik.
Dari ilustrasi ini, dapat ditarik kesimpulan umum bahwa, bila ‘si pemberi nikmat’ dibuat kecewa oleh tindakan kita, tentunya ia tidak mau menolong atau memberi sesuatu lagi kepada kita.
Sekarang, marilah kita introspeksi untuk menghitung-hitung nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita selama ini. Berapa banyak nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita tetapi tidak diberikan kepada orang lain. Apakah pemberian dari manusia yang melebihi nikmat yang diberikan Allah? Hati-hatilah, jangan sampai Nanda termasuk orang yang dimaksud dalam firman-Nya:
Dan sesungguhnya Allah itu tidak menyukai orang-orang yang berkhianat dan tidak berterima kasih.
Bagaimana cara bersyukur atau berterima kasih kepada Allah?
Caranya yaitu pertama, menyadari nikmat-nikmat yang telah kita terima selama ini dengan diiringi rasa terima kasih yang dalam atas kemurahan-Nya kepada kita; kemudian kedua, (yang terpenting), melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat membuat-Nya senang.
Allah senang bila kita taat pada perintah-perintah-Nya, seperti misalnya:
- shalat,
- berserah diri,
- sabar waktu ditimpa musibah atau sabar waktu diperlakukan zalim oleh orang, meninggalkan perbantahan sedangkan kita merasa benar,
- berlaku baik kepada orang, menolong orang yang sedang berkesusahan,
- tidak iri hati/dengki,
- tidak takabur/sombong,
- tidak riya/pamer,
- membantu dalam pekerjaan keluarga,
- tidak menyakiti hati orang lain dan tidak memutuskan persaudaraan,
- menjauhkan diri dari sikap amarah,
- berlaku bijaksana waktu disakiti orang,
- selalu memohon ampun bila terlanjur melakukan pembangkangan,
- tidak bergunjing/membicarakan aib orang lain,
- tidak berburuk sangka,
- tidak berlaku zalim (baik zalim tindakan, ucapan, pikiran),
- selalu senyum,
- memaafkan orang yang menganiaya kita,
- selalu ingat Allah, (diwaktu duduk, berjalan dan berbaring),
- mendamaikan permusuhan,
- memuliakan tamu,
- memenuhi undangan,
- menjenguk yang sakit,
- mengajak orang ke jalan Allah,
- memenuhi janji,
- berlaku baik terhadap tetangga,
- mengeluarkan zakat atau sedekah,
- tidak kikir,
- menjaga kebersihan,
- mendo’akan orang tua,
- tidak durhaka kepada orang tua,
- berlaku lemah lembut kepada pembantu,
- mengantarkan jenazah,
- menuntut ilmu,
- menyantuni anak yatim,
- melaksanakan haji,
- tidak melakukan syirik,
- bekerja dan lain-lain sebagainya.
Bila kita menyenangkan ‘Sang Pemberi Nikmat’, maka ia akan tambahkan nikmat-Nya kepada kita. Karena itulah Allah mengatakan, barangsiapa yang bersyukur kepada-Ku, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri [Lukman:12], dan Allah tidak akan menyiksa orang yang bersyukur [An-Nisaa’:147]. Bahkan di ayat lain Allah memberikan jaminan:
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku sesungguhnya azab-Ku amat pedih.
Ketika Rasulullah saw. Beribadah sampai kaki beliau bengkak-bengkak, Sayidah Aisah istrinya berkata, ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau beribadah sampai seperti itu, bukankah Allah telah mengampuni segala dosamu?’ Rasulullah menjawab, “Tidakkah engkau suka aku menjadi hamba Allah yang bersyukur?’
Cara bersyukur yang diuraikan diatas adalah bersyukur dalam arti yang terus menerus.
Ada juga bersyukur dalam artian sesaat. Misalnya, suatu ketika kita memperoleh rezeki yang berupa harta. Maka langkah bersyukur yang pertama adalah, dengan perasaan ‘tawadhu’ (rendah diri) ucapkanlah Alhamdulillaah…, kemudian gunakan sebagian harta yang diperoleh itu untuk menyenangkan Allah, misalnya dengan bersedekah, memberi makan fakir miskin, membantu pembangunan mesjid, dan lain sebagainya.
Kesimpulan
Bersyukur yang benar itu harus mencerminkan 2 macam tindakan yang saling terkait.
Yaitu secara batiniah mengagungkan yang memberi nikmat, dan secara lahiriah melakukan perbuatan/amal yang dapat membuat ‘si pemberi nikmat’ itu merasa senang [karena yang memberi nikmat pada kita itu adalah Allah, maka kita harus membuat Dia senang, yaitu dengan jalan taat/patuh mengerjakan segala kehendak-kehendak-Nya]
Ciri orang yang bersyukur adalah ia takut mengerjakan perbuatan yang tidak disenangi Allah dan ia pun taat mengerjakan perintah-Nya, karena ia menyadari Allah telah memberinya berbagai macam nikmat. Terngiang-ngiang selalu dihatinya peringatan Allah,
…Dan sedikit-sedikit dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih
Baginya mengerjakan perbuatan yang tidak disenangi Allah ataupun membangkang kepada-Nya dengan tidak melaksanakan perintah-perintah-Nya, sama artinya dengan tidak berterima kasih atas segala nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya.
Hendaknya Anda selalu membiasakan berfikiran positif terhadap apapun yang terjadi, karena berfikiran negatif menghalangi untuk bersyukur. Berfikiran negatif akan melupakan kita kepada nikmat yang telah kita terima.
Admin tidak bertanggung jawab atas semua isi komentar ,Mohon dipahami semua isi komentar dengan bijak